Apa yang mereka pikirkan ketika gagal menyelamatkan keluarga, suami, istri bahkan anak-anaknya dari sapuan tsunami dan reruntuhan bangunan?
Apa yang ada di benak mereka ketika melihat jenazah berserakan di dekat permukiman mereka?
Melansir dari Kompas.com, seorang saksi mata yang juga korban bernama Nining yang saat itu mengungsi di Kelurahan Lolu Utara mengungkapkan bahwa ia mau tak mau melihat banyak jenazah berserakan di pantai.
Nining juga mengatakan bahwa saat tsunami terjadi, ia melihat beberapa jenazah mengambang dan mengikuti arus tsunami bahkan hingga Sabtu pagi.
“Banyak mayat berserakan di pantai dan mengambang di permukaan laut,” ujar Nining saat berada di lokasi pengungsian gedung DPRD Kota Palu.
Jenazah-jenazah yang berserakan tersebut digambarkan Nining berada di antara puing-puing reruntuhan bangunan yang tersapu tsunami di Palu, Jumat (28/9/2018) lalu.
Bahkan sampai artikel ini ditulis, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, sebanyak 384 korban dinyatakan meninggal dunia akibat gempa dan tsunami di Palu.
Tak hanya itu, sebanyak 29 orang dinyatakan hilang, juga 540 orang korban mengalami luka cukup berat akibat tertimpa reruntuhan bangunan.
Banyak bangunan rusak, bahkan hancur tersapu dan juga terguncang gempa dan tsunami yang menimpa Palu dan sekitarnya.
Tentu melihat kenyataan tersebut bukanlah hal yang mudah. Banyak yang merasa ketakutan dan juga menyimpan trauma mendalam karena adanya gempa yang menimpanya dan juga kelyarganya.
Bahkan, mereka para korban juga rentan depresi karena mengalami trauma juga kekhawatiran bahkan stres, dalam jangka waktu yang cukup lama, meskipun bencana telah ebrakhir.
Hal tersebut bukan tidak mungkin terjadi.
Serunya Van Houten Baking Competition 2024, dari Online Challenge Jadi Final Offline
Source | : | Kompas.com,amazon,Goodtherapy.org |
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR