Mereka juga rentan stres karena sudah mengalami hal yang mencekam dalam hidupnya.
Melansir Kompas.com, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi trauma bencana yang menimpa anak-anak.
1. Para guru dan orangtua sebaiknya bersikap tenang karena anak-anak akan melihat orang dewasa sebagai figur mereka dalam menjalani hidup setelah bencana.
2. Ajaklah mereka dalam kegiatan sekolah sehingga rasa takut perlahan berubah menjadi suatu pengalaman hidup.
Sekolah mempunyai peran penting dalam proses kestabilan emosi serta menciptakan lingkungan yang familiar untuk mereka.
3. Ajaklah berdiskusi mengenai perasaan dan kekhawatiran mereka. Dengarkanlah dan berikanlah mereka empati karena hal ini sangat penting.
Biarkanlah mereka tahu bahwa reaksi mereka adalah wajar.
4. Buatlah suatu kesempatan untuk berdiskusi mengenai kejadian tersebut dan pengalaman mereka.
Berikanlah kesempatan pada mereka untuk melakukannya, baik verbal maupun nonverbal. Jika Moms butuh bantuan, maka jangan segan untuk meminta psikolog atau psikiater untuk membantu.
5. Perhatikan tanda stres psikologis. Perasaan terguncang masih bisa terbawa meski gempa sudah berakhir.
Baca Juga : Gempa dan Tsunami Palu, Kapal Laut Terhempas Ke Daratan Sampai Menabrak Bangunan!
Hal yang membedakan gempa dari bencana alam lainnya adalah tidak ada yang bisa memastikan, apakah gempa sudah berakhir atau belum, dan juga gempa bumi muncul tanpa adanya gejala awal.
Dengan demikian, hal ini membuat korban lebih sulit untuk mengatasi perasaan stres mereka, terutama saat mereka melihat puing-puing bangunan yang tersisa.
Oleh sebab itu, suatu goncangan kecil mungkin bisa langsung menyebabkan stres psikologis.
6. Reaksi dari anak-anak dan remaja berbeda dan tergantung dari peristiwa yang saat itu mereka alami, apakah orang yang mereka sayang terluka, seburuk apa situasi yang berlangsung, apakah mereka kehilangan rumah dan lingkungan mereka, dan terlukakah mereka secara fisik.
Para orangtua haruslah menghubungi bantuan profesional jika perubahan tingkah laku atau gejala-gejala berikut ini terus berlangsung :
- Anak usia prasekolah : menghisap jempol, mengompol, bergantung pada orangtua dan menangis saat ditinggal pergi, takut kegelapan, perubahan tingkah laku yang menunjukkan regresi, menarik diri dari lingkungan, teman-teman, dan kegiatan rutin mereka.
- Anak sekolah dasar : tingkah laku yang agresif, mimpi buruk, perasaan bergantung berlebihan terhadap orangtua, menghindari sekolah, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, dan menarik diri dari pergaulan.
- Remaja : gangguan tidur dan makan, cemas berlebihan, adanya perasaan tidak nyaman, baik fisik maupun mental, perubahan tingkah laku yang drastis, serta ketidakmampuan untuk berkonsetrasi.
7. Ada kemungkinan sebagian kecil anak-anak akan mengalami suatu gangguan stres pasca-trauma atau post traumatic stress disorder (PTSD).
Gejala bisa dari yang disebutkan di atas, ditambah dengan perasaan ketakutan bahwa bencana bisa timbul kembali, bahkan mereka bisa saja tidak bisa mengungkapkan emosinya secara baik.
Yang paling parah, meski jarang terjadi, bisa sampai terjadi kecenderungan untuk bunuh diri pada remaja.
8. Jangan lupa berikanlah mereka aktivitas mencakup ajaran untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan bencana tersebut.
Bantulah mereka untuk mengatasi rasa cemas dan takut itu dengan menanyakan kepada mereka mengenai apa yang biasanya mereka lakukan jika mereka sedih, takut, atau cemas.
Ketahuilah bahwa anak-anak dengan dukungan emosional yang kuat akan lebih bisa menerima keadaan seiring berjalannya waktu.
9. Pada beberapa kejadian ketika banyak sanak saudara terpisah, hal itu akan membuat orangtua lebih sibuk dalam menemukan mereka dan bisa menyebabkan anak merasa diabaikan.
Untuk itu, ajaklah mereka untuk beraktivitas dalam grup kecil dengan sesama anak-anak sehingga mereka bisa berbaur sewaktu mencari saudara yang terpisah.
10. Mintalah sekolah melakukan identifikasi terhadap remaja yang dalam resiko tinggi mengalami depresi dan stres sehingga merencanakan intervensi dengan mengajak ikut kegiatan sukarelawan.
11. Dan yang paling penting dari semua ini adalah luangkan waktu untuk diri sendiri sejenak dan biarkan mengatasi perasaan setelah bencana terjadi.
Baca Juga : Gempa Tsunami Palu, Ini 2 Tragedi Tsunami Terdahsyat di Indonesia Sebelum Donggala!
Jika orangtua dalam kondisi yang baik dan stabil, maka mereka akan bisa lebih membantu anak-anak dalam proses penyembuhan.
Serunya Van Houten Baking Competition 2024, dari Online Challenge Jadi Final Offline
Source | : | Kompas.com,amazon,Goodtherapy.org |
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR