Nakita.id – Pernikahan merupakan tahapan kehidupan yang dinanti-nantikan oleh setiap orang.
Dengan menikah, maka dua sejoli yang saling mencintai mengucapkan janji suci untuk mengarungi bahtera rumah tangga bersama dan saling setia.
Untuk menuju pernikahan, yang diidamkan sebagai ajang sacral sekali seumur hidup, wajar apabila orang-orang memerlukan persiapan matang untuk melakukannya.
Beberapa hal yang perlu dipersiapkan adalah perlengkapan acara pernikahan, konsumsi, kostum, para tamu undangan, hingga uang mahar untuk tradisi di wilayah tertentu.
Baca Juga : Evi Masamba Resmi Menikah, Segini Mahar yang Diterimanya dari Sang Suami
Salah satu artis yang kini uang mahar pada pernikahannya menjadi sorotan adalah Evi Masamba.
Evi Masamba resmi menikah dengan Arif Hajrianto yang berprofesi sebagai fotografer pada Rabu (24/10/2018).
Sebelumnya, keluarga Evi enggan membeberkan besaran uang panaik yang diterima Evi.
Namun, publik mengetahui besaran uang mahar yang diberikan Arif kepada Evi saat Arif mengucapkan ijab kabul.
Arif menyebutkan mahar yang diberikan kepada Evi Masamba sebesar 88 Riyal dan seperangkat alat salat.
"Saya terima nikahnya Evi binti Emmang dengan mahar 88 Riyal dan seperangkat alat salat dibayar tunai karena Allah," kata Arif dalam video tersebut.
Mahar yang diberikan Arif merupakan jumlah mahar yang biasa digunakan masyarakat Bugis.
Biasanya masyarakat Bugis menggunakan mahar sebesar 44 riyal atau 88 riyal yang kemudian dikonversikan dalam bentuk emas atau tanah.
Sedangkan untuk kalangan bangsawan Bugis menggunakan mahar dengan satuan kati tergantung tingkat kebangsawanan yang dimiliki.
Baca Juga : Uang Mahar Evi Masamba Jadi Sorotan, Besaran Uang Panaik di Adat Bugis Ditentukan Kelas Sosial Perempuan!
Dikutip dari laman Kementerian Agama, mahar secara bahasa artinya maskawin. Secara istilah mahar ialah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan cinta kasih calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada calon suaminya.
Sedangkan untuk masyarakat adat Bugis, uang pernikahan bisa berupa uang mahar dan uang panaik.
Banyak yang mengira bahwa uang pernikahan dan uang panaik asalah sama, padahal keduanya berbeda Moms.
Uang panaik dalam adat Bugis adalah sejumlah uang yang diberikan calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan dengan jumlah yang telah disepakati oleh kedua belah pihak keluarga.
Dalam perkawinan adat Bugis Makassar, mahar lebih pas apabila dipadankan dengan kata sompa dalam bahasa Bugis atau sunrang dalam bahasa Makassar.
Namun dalam perkembangannya sompa dan uang panaik melebur menjadi satu dalam istilah uang panaik. Uang panaik dalam perkawinan masyarakat Bugis Makassar inilah yang kemudian dianggap mahal oleh berbagai kalangan masyarakat.
Tradisi mahar justru mengerikan bagi perempuan di India
Di beberapa wilayah Indonesia, tradisi mahar biasanya diberikan oleh pihak mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan.
Namun, pada suku Minangkabau justru pihak perempuan yang memberikan Uang Japuik kepada pihak mempelai laki-laki.
Tradisi mahar ternyata menjadi masalah serius bagi salah satu negara, yaitu India.
Di India, pihak yang memberikan mahar dalam jumlah yang besar adalah mempelai perempuan.
Dikutip dari Global Citizen, di Negara tersebut tradisi mahar cukup berdampak serius bagi kehidupan sosial masyarakat.
Baca Juga : Berita Kesehatan Aktual: Fahmi Bo Derita Stroke Berat, Sehari Harus Minum 27 Jenis Obat!
Pemerintah India bahkan sampai melarang tradisi mahar pada tahun 1961 karena tradisi mahar yang dilakukan membuat program kesetaraan gender menjadi terkendala.
Berikut beberapa dampak dari mahar yang terlalu besar bagi perempuan di India dilansir dari globalcitizen.org:
1. Banyak perempuan meninggal karena masalah mahar
Tradisi mahar yang sangat tinggi di India membuat perempuan di sana banyak yang merasa terjerat.
Dikabarkan sebanyak 8.000 perempuan India meninggal setiap tahunnya karena sistim mahar tersebut.
Beberapa kasus dilaporkan seorang perempuan meninggal karena dibunuh suami atau mertua ketika keluarganya tak kunjung melunasi hutang mahar yang diminta.
Kasus lain beberapa perempuan mengalami pelecehan oleh keluarga suami karena gagal memenuhi mahar.
Sedangkan kebanyakan kasus perempuan meninggal bunuh diri karena tertekan tidak mampu membayar uang mahar.
2. Perempuan disalahgunakan
Banyak kasus perempuan mengalami pelecehan dan kekerasan dari pihak suami karena tidak mampu membayar uang mahar.
Beberapa suami atau mertua bahkan tega menyiramkan cairan asam ke perempuan sehingga kulitnya terbakar.
"Kekerasan berkisar dari pemukulan brutal, penyiksaan emosional, menahan uang, membuang mereka keluar dari rumah, menjauhkan mereka dari anak-anak mereka, menjaga gundik secara terbuka," atau dalam kasus yang ekstrim, "membakar istri hidup-hidup," Savra Subratikaan, seorang wanita pekerja hak di New Delhi, mengatakan kepada Pulitzer Center .
3. Pernikahan dini dipilih
Masalah mahar menjadi jeratan serius bagi pihak perempuan yang berasal dari keluarga yang tak mampu.
Baca Juga : Pemeriksaan Kehamilan Trimester 1 yang Harus Dilakukan Ibu Hamil
Untuk mengatasi hal tersebut, biasanya pihak keluarga perempuan memilih untuk menikahkan anak perempuannya di usia dini.
Pernikahan usia dini dipilih lantaran untuk menghindari mahar yang lebih besar.
India merupakaan salah satu negara dengan jumlah perenikahan dini terbanyak karena menghindari jeratan uang mahar yang mahal.
Semakin muda seorang perempuan, maka harga maharnya rendah, sehingga menikahkan anak sedini mungkin bisa menghemat uang keluarga.
Secara global, sebanyak 700 juta perempuan yang masih hidup menikah ketika mereka berusia di bawah 18 tahun.
Pada tahun 2050, jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 1,2 miliar, menurut situs anti pernikahan dini Girls Not Brides.
4. Mencegah anak perempuan sekolah
Jeratan mahal dari kalangan masyarakat kurang mampu dari segi ekonomi juga membuat anak-anak perempuan di India kesulitan untuk sekolah.
Keluarga yang tak mampu dari segi ekonomi menjaga anak perempuan mereka untuk tak sekolah tinggi.
Sebab, harga mahar yang harus dikeluarkan pihak perempuan akan meningkat seiring tingginya jenjang pendidikan formal yang dilakukan pihak perempuan.
Keluarga yang tak mampu secara ekonomi juga memandang kegiatan sekolah untuk anak perempuan merupakan pemborosan uang karena setelah menikah dianggap pendidikan tidak penting, sebab perempuan cenderung akan mengurus keluarga dan tidak bekerja setelah menikah.
Oleh karenanya, banyak keluarga memilih anak perempuannya untuk dilatih mengurus rumah tangga secara baik dan benar agar kelak bisa menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik.
5. Mahar di India dianggap mempertahankan kesetaraan gender
Sistim mahar yang sangat tinggi memungkinkan perempuan diperlakukan sebagai barang property yang bisa ditukarkan.
Perempuan sering dianggap beban keluarga, sebab keluarga harus mengeluarkan uang yang banyak untuk diberikan kepada pihak laki-laki sebagai biaya merawat mempelai perempuan selama menjadi pengantin.
Baca Juga : Balita 3,5 Tahun Meninggal Karena Terkunci Dalam Mobil, Sang Ayah Merasa Ada Kejanggalan!
6. Banyak bayi perempuan dibunuh
Bagi keluarga miskin, kelahiran bayi perempuan sering dianggap beban.
Sebab, pihak keluarga harus menyiapkan mahar ketika anak perempuannya akan menikah kelak.
Jeratan kemiskinan membuat banyak keluarga nekat membunuh bayi perempuan setelah dilahirkan.Hal ini menyebabkan kesenjangan gender sangat besar.
Di India, saat ini jumlah perempuan sangat banyak dibandingkan laki-laki. Menurut data sensus 2011, ada 914 anak perempuan untuk setiap 100 anak laki-laki di India pada kelompok usia 0-6 tahun.
7. Perempuan sulit mandiri secara ekonomi
Dulu tradisi pemberian mahar dimaksudkan agar pihak mempelai laki-laki menghargai perempuan dan membuatnya memiliki kendali atas setiap keputusan dalam rumah tangga.
Namun, seiring perkembangan waktu tradisi mahar justru membuat sistim yang mendorong dominasi suami dan ketergantungan para istri.
India, di mana mahar umum digalakan, merupakan salah satu Negara dengan tingkat terendah partisipasi perempuan dalam angkatan kerja di dunia .
Ini sebagian terjadi karena mas kawin mendorong gagasan bahwa seorang wanita akan diurus oleh keluarga suaminya dan dia tidak seharusnya mendapatkan penghasilan luar.
Kadang-kadang bahkan dipandang sebagai penghinaan jika seorang wanita, setelah membayar mas kawin, memutuskan untuk mengejar karier.
Baca Juga : Rapper Tampan Ini Tewas Mengenaskan Setelah Jatuh dari Pesawat Saat Shooting Video Klip
8. Orang miskin terjebak hutang
Sistim mahar sering memaksa keluarga miskin untuk mengambil pinjaman dengan suku bunga yang tinggi, menjual tanah mereka untuk mengumpulkan uang, berjanji untuk membayar mahar dalam bentuk angsuran, dan skenario lain yang dapat menyebabkan menumpuknya utang.
"Keluarga dari kelompok pendapatannya rendah sering pergi mengemis untuk memberikan putrinya mahar," Haji Mumtaz Ali, yang memimpin kampanye anti-mahar mengatakan kepada The Guardian.
“Orang tua lain menjual tanah pertanian mereka untuk mendapatkan maharin. Dan beberapa orang tua mengambil pinjaman dengan bunga tinggi dari pemberi pinjaman uang dan terjebak dengan utang besar.
Sistim mahar juga membuat kesenjangan status sosial. Keluarga kaya yang mengharapkan mahar yang lebih tinggi pada dasarnya mengecualikan keluarga miskin untuk meminta pernikahan kepada keluarganya.
Baca Juga : Meski Kandungan Protein Tinggi, Makan Gorengan Tempe dan Tahu Tetap Buruk Bagi Kesehatan Karena Hal Ini
9. Mahar mendiskriminasi perempuan difabel
Perempuan yang difabel atau yang memiliki riwayat penyakit tertentu memberikan keuntungan yang besar bagi pihak keluarga laki-laki.
Hal ini karena keluarga calon suami akan menuntut pembayaran lebih tinggi untuk pernikahan.
Sebuah buku pelajaran sekolah di negara bagian Maharashtra ditarik setelah orang-orang menjadi marah atas bagian yang mengatakan gadis-gadis "jelek dan difabel" akan menghadapi mahar harga mahar.
Meski sistim mahar tinggi di India meluas dan menindas, tapi praktik tersebut sulit dihilangkan karena sudah mengakar kuat di lingkungan masyarakat.
Itulah Moms sederet poin dampak sistim mahar yang sangat tinggi bagi perempuan India.
Source | : | The Guardian,Instagram,kompas,kemenag.go.id |
Penulis | : | Kirana Riyantika |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR