Ringkasan Poin-poin Penting RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak

By David Togatorop, Rabu, 5 Juni 2024 | 07:24 WIB
Ketua DPR RI Puan Maharani menerima laporan terkait RUU Tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjadi Undang-Undang. (dok. dpr.go.id (Jaka/vel))

Nakita.id - Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak secara komprehensif dan terintegrasi, pemerintah Indonesia menghadirkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA).

Langkah ini adalah komitmen pemerintah dalam memastikan bahwa setiap ibu dan anak di Indonesia mendapatkan perhatian dan perawatan yang layak, terutama pada masa-masa awal kehidupan..

Pengesahan RUU KIA oleh DPR RI

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah mengesahkan RUU KIA pada fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan.

Ini adalah fase yang sangat penting bagi perkembangan fisik dan mental anak, dimulai dari masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun.

Pengesahan ini adalah titik penting dalam upaya membangun generasi emas Indonesia 2045, generasi yang sehat, cerdas, dan sejahtera.

RUU KIA menekankan pentingnya intervensi yang tepat sasaran untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak.

Penerapan RUU KIA tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek berupa peningkatan kesehatan ibu dan anak, tetapi juga manfaat jangka panjang.

Anak-anak yang sehat dan mendapat perawatan optimal sejak dini memiliki peluang lebih besar untuk tumbuh menjadi individu yang produktif dan berkontribusi positif bagi masyarakat.

Ibu yang sehat dan sejahtera mampu memberikan pengasuhan yang lebih baik dan mendukung perkembangan anak secara optimal. Pengesahan ini diharapkan bisa memastikan bahwa generasi mendatang tumbuh dalam lingkungan yang sehat, aman, dan mendukung perkembangan.

Berikut rangkuman poin-poin penting RUU KIA:

Baca Juga: UU KIA Disahkan, Ibu Berhak Cuti Melahirkan 6 Bulan dan Cuti Ayah 2 Bulan

1. Perubahan judul dari "RUU tentang KIA" menjadi "RUU tentang KIA pada Fase 1.000 HPK"

2. Definisi anak dikhususkan pada fase 1.000 HPK, yaitu dimulai dari terbentuknya janin dalam kandungan sampai usia dua tahun.

3. Cuti bagi ibu pekerja yang melakukan persalinan paling singkat adalah tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan berikutnya, jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

4. Ibu pekerja yang sedang mengambil cuti melahirkan tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya.

5. Ibu hamil yang sedang bekerja wajib diberikan upah secara penuh untuk tiga bulan pertama dan bulan keempat.

6. Bagi yang mengambil cuti kelahiran maksimal enam bulan, pada bulan kelima dan keenam mendapatkan 75 persen dari upah.

7. Suami wajib mendampingi istri selama persalinan dan mendapatkan cuti dua hari.

8. Suami dapat diberikan tambahan tiga hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan pemberi kerja.

9. Bagi suami yang mendampingi istri yang mengalami keguguran berhak mendapatkan cuti dua hari.

10. Ibu, ayah, dan keluarga wajib bertanggung jawab pada 1.000 HPK anak.

11. Pemerintah pusat dan daerah wajib melakukan perencanaan, monitoring, hingga evaluasi saat 1.000 HPK anak

12. Semua ibu wajib diberikan jaminan, termasuk yang memiliki kerentanan khusus, yaitu: Ibu tunggal korban kekerasan, Ibu dengan HIV/AIDS, Ibu yang berhadapan dengan hukum, Ibu di lembaga pemasyarakatan, Ibu di daerah tertinggal terdepan Ibu di penampungan dan terluar, Ibu dengan gangguan jiwa, Ibu difabel, Ibu yang berada dalam situasi konflik dan bencana.