Tsunami Palu, Berbagai Kisah Perih Korban: Mulai dari Menemukan Keluarga Hingga Dipisahkan Oleh Gelombang Tsunami

By Cynthia Paramitha Trisnanda, Senin, 1 Oktober 2018 | 09:34 WIB
Palu dari pandangan udara (Tribun Timur)

Nakita.id - “Berita terkini, wilayah Sulawesi Tengah, khususnya Donggala, Palu, Mamuju dan sekitarnya dilanda gempa dengan magnitudo 7,7 SR. Badan Meteorlogi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberi peringatan terjadinya tsunami……,” begitu kiranya para reporter membawa kabar terkini kondisi Indonesia di bagian tengah, khususnya Sulawesi Tengah.

Sekitar pukul 17.02 WIB atau 18.02 WITA, masyarakat Donggala sudah merasakan setidaknya tiga kali gempa bumi, sebelum akhirnya terjadi gempa yang paling kuat, yaitu 7,4 SR, yang awalnya dirilis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dengan magnitudo 7,7 SR.

Tepat pukul 18.02 WIB, saat Batik Air Flight 6231 siap lepas landas, dari Bandar Udara Mutiara Sis Al-Jufri, Palu.

Dari menara kontrol atau air traffic control, guncangan dirasakan oleh orang-orang di sekitar menara juga bandar udara tersebut.

Banyak yang memilih berlari, menyelamatkan diri dan mencari keamanan untuk dirinya sendiri.

Tetapi tidak bagi Anthonius Gunawan Agung. Laki-laki berusia 21 tahun bersikeras tinggal dengan tujuan memandu pilot di landasan penerbangan.

Pesawat Airbus A320 berhasil tinggal landas (takeoff) dengan bantuan Anthonius.

Safe flight. Take care,” ujar Anthonius kepada Kapten Ricosetta Mafella yang saat itu menerbangkan pesawat Batik Air rute Palu-Makassar, tepat saat guncangan terjadi.

Semula, Kapten tak menyadari bahwa ada gempa yang melanda bandar udara yang baru saja ditinggalinya.

Ia baru menyadari saat pesawatnya naik di atas pantai dan melihat gelombang aneh.

Peristiwa itu direkamnya menggunakan ponsel dan diunggah ke akun Instagram sang Kapten.

Baca Juga : Petugas ATC, Anthonius Gugur Setelah Lepas Landas Pesawat Terakhir Sebelum Gempa Palu, Begini Penjelasan Penerbangan

Dalam postingannya itu Sang Kapten merasa ada suara Tuhan yang membisikinya untuk bertindak.

Pesawat berhasil terbang, Kapten berucap syukur, rupanya Anthonius, pahlawan di balik keselamatan para penumpang Batik Air gugur dalam tugasnya.

Anthonius gugur usai menyelesaikan tugasnya dengan baik. Petugas menara control bandara ini dinyatakan meninggal dunia, usai memastikan pesawat terakhir dari Palu berhasil lepas landas.

Belum sempat menyelamatkan diri, petugas air traffic controller (ATC) meninggal dunia karena menara roboh.

Percakapan Terakhir Anthonius Gunawan Agung dengan Pilot Batik Air

Guncangan hebat disusul tsunami yang datang dari pesisir pantai Palu membuat banyak bangunan, termasuk menara kontrol di Bandar Udara Mutiara Sis Al-Jufri.

Kawasan di dekat bibir Pantai Talise porak-poranda disapu gelombang tsunami yang tingginya sekitar 1,5 hingga 4 meter.

Sejumlah permukiman rata dengan tanah. Bahkan, banyak warga yang naik ke permukiman atau gedung tinggi gagal selamat karena kuatnya guncangan dan tingginya gelombang tsunami.

Tak bisa dibayangkan, seperti apa suasana mencekam jelang Maghrib di Palu saat itu.

Gempa bumi yang cukup besar tersebut semula telah diperkirakan berpotensi tsunami.

Tapi tak lama setelah guncangan terbesarnya, BMKG menarik perkiraan tsunami tersebut.

Warga mulai tenang, tsunami justru datang dengan sangat kuatnya. Dinding air bahkan terlihat berputar-putar membuat bangunan ikut hanyut.

Ratusan orang terlihat hanyut dengan arusnya. Bangunan, rumah, pusat perbelanjaan, termasuk hotel dan beberapa masjid roboh dan porak-poranda.

Masjid Apung Kota Palu Tergenang Air Laut

Baca Juga : SMS ‘Selamat Saya Ayah’ yang Amat Dinanti Membuat Seorang Ayah Nekat Terbang ke Palu Mencari Anaknya

Banyak jenazah yang ditemukan mengambang juga berserakan ketika gelombang tsunami sudah mulai tenang.

Hingga Sabtu (29/9/2019), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menginformasikan setidaknya ada lebih dari 400 jiwa meninggal dunia.

540 orang terkena dampak dan mengalami luka berat sehingga harus dirawat, sedangkan puluhan orang belum berhasil ditemukan.

Tim SAR gabungan yang dikerahkan pemerintah dari berbagai wilayah di Indonesia siang-malam mencari korban di bawah puing-puing reruntuhan bangunan.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan bahwa pihaknya tekah berusaha mencari korban.

“Kami telah menemukan mayat-mayat dari gempa bumi serta tubuh-tubuh yang tersapu oleh tsunami,” ujarnya seperti yang tertulis di berbagai media saat Sutopo memberi konfirmasi perkembangan dan update bencana.

Hingga hari Minggu (30/9/2018), BNPB dibantu tim SAR kembali menemukan korban dan juga jenazah yang tertimpa bangunan.

Jumlah korban dalam waktu sehari telah meningkat hingga dua kali lipat. 832 jiwa ditemukan meninggal dunia dalam bencana gempa Donggala dan tsunami Palu.

Evakuasi korban tsunami di Palu oleh tim SAR

Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengungkapkan bahwa korban meninggal dunia tersebut pastinya masih bertambah karena masih banyak bangunan runtuh dan roboh yang belum dievakuasi oleh tim SAR.

Ada kemungkinan, jenazah yang ikut hanyut ke laut karena tinggi dan kerasnya gelombang tsunami.

Komunikasi dinyatakan mati total, sehingga pemerintah juga sulit untuk menjangkau. Padahal, Sutopo mengatakan, “Jika kita melihat analisis efek gempa, kondisi di Donggala lebih buruk daripada di Palu”.

“Masih banyak mayat di bawah reruntuhan, sementara banyak yang belum terjangkau,” tambah Sutopo.

Sementara itu, korban selamat berada di tenda-tenda pengungsian yang sudah disediakan oleh pemerintah setempat.

Di Palu saja, sebanyak lebih dari 18.000 warga terlantar dan membuuhkan bantuan. Bahkan, Donggala yang merupakan wilayah padat penduduk masih sulit dijangkau.

Bahkan, vokalis grup band Ungu yang kini menjabat menjadi Wakil Wali Kota Palu juga turut menjadi korban dan terlihat tidur bersama masyarakat lain di tenda pengungsian.

Kabar ini langsung diinformasikan oleh Adelia Wilhelmina, istri dari Pasha Ungu, Wakil Wali Kota Palu.

Baca Juga : Lagu 'Baku Jaga' Pasha Ungu Jadi Doa Untuk Korban Gempa Tsunami Palu, Padahal Diciptakan Untuk Banjir Manado 2014

Kondisi terkini Pasha Ungu dan sang istri, Adelia pasca gempa di Palu

Ia mengatakan bahwa ia dan suaminya ikut tidur di dalam tenda pengungsian. Malam (29/9/2018) rasa sedih mereka seolah ditemani hujan lebat.

Palu diguyur hujan setelah terjadi bencana gempa dan tsunami yang meluluhlantakkan Palu dan sekitarnya.

Karena akses ke Palu dan Donggala sangat sulit, warga pastinya butuh untuk memenuhi kebutuhan mereka untuk bertahan hidup.

Sementara bantaun dari pemerintah juga belum maksimal mengingat akses jalan yang masih sulit dijangkau.

Muncul berbagai berita bahwa para warga menjarah supermarket juga SPBU di dekat tempat pengungsian mereka.

Kondisi ini terjadi di salah satu daerah di Palu, pada salah satu pusat perbelanjaan yang tak diketahui namanya.

Bahkan, beberapa orang nekat memecahkan pintu kaca menggunakan tabung pemadam kebakaran untuk mendapatkan makanan juga minuman.

Warga bergerombol di depan minimarket dan supermarket di Palu

Ada juga orang-orang yang memanjat truk BBM di salah satu SPBU, dan membagikan kepada korban lain yang membutuhkan.

Hal ini lantaran belum banyak SPBU yang beroperasi.

Tetapi, kabar penjarahan tersebut ditepis oleh Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo.

Ia menuturkan bahwa warga dan masyarakat dibebaskan mengambil barang juga makanan yang tersisa dan masih bisa diselamatkan di seluruh pusat perbelanjaan maupun supermarket.

Tjahjo menimbau Gubernur didampingi kepolisian setempat untuk mendampingi masyarakat untuk mengambil barang yang mereka butuhkan dan kemudian akan diganti oleh pemerintah.

Bahkan imbauan ini juga diarahkan ke toko kelontong yang dagangannya masih bisa diselamatkan.

Tentu hal itu membuat warga sedikit merasa lega sudah mendapat bantuan makanan dan juga kebutuhan, meski harus antre dan berdesakan untuk mendapatkannya.

Di tempat lain, yaitu di pesisir Pantai Palu, rupanya tengah disiapkan festival pantai Palu, yang sedianya juga akan dihadiri oleh Pasha Ungu.

Sayang, pengisi acara dan juga pihak serta petugas yang sudah berada di sekitar festival tak diketahui nasibnya hingga Sabtu, malam.

Sampai kini, tim terus menyisir lokasi-lokasi yang masih meninggalkan banyak korban yang belum ditemukan.

Di dekat pantai, khususnya Pantai Talise, tercatat bahwa kawasan tersebut mengalami dampak yang paling parah.

Baca Juga : Penjarahan di Palu, Menteri Dalam Negeri;

Korban dirawat di halaman rumah sakit

Ratusan orang terluka, rumah sakit darurat juga sudah membludak. Petugas juga sudah kewalahan karena minimnya petugas medis untuk mengurus ratusan masyarakat yang terluka.

Belum lagi, beberapa pasien terpaksa dirawat di luar rumah sakit karena masih ada beberapa guncangan yang cukup kuat, sehingga dikhawatirkan akan mengancam nasib pasien.

Melansir dari New York Times, Dwi Haris, salah satu pasien di Rumah Sakit Angkatan Darat Palu mengungkap situasi mencekam yang ia rasa.

Punggung dan bahunya patah karena tertimpa reruntuhan bangunan. Ia juga harus rela beristirahat di luar rumah sakit.

Berkali-kali ia menangis meratapi situasi mencekam yang terjadi. Saat gempa melanda, Dwi beserta keluarganya tengah beristirahat di salah satu hotel karena ia hanya berkunjung ke Palu untuk menghadiri pernikahan rekannya.

“Tidak ada waktu untuk menyelamatkan diri. Saya terjepit di reruntuhan tembok. Saya mendengar istri saya menangis minta tolong, tetapi kemudian diam,” ujarnya sembari mengusap pipinya yang berlinang air mata.

Hingga kini, Dwi dan istri serta anak-anaknya terpisah. “Saya tidak tahu apa yang terjadi padanya dan anak saya. Saya harap mereka aman,” tutupnya.

Berbeda dengan kisah Dwi, Nina, seorang perempuan berusia 23 tahun, seorang pekerja di jasa laundry mengungkapkan kisah yang berbeda.

Tempat kerjanya berada tak jauh dari pantai tempat terjadinya tsunami. Tsunami mengakibatkan tempat kerjanya hancur, tetapi untungnya, Nina berhasil menyelamatkan diri.

Ia berlari menuju kediamannya untuk menemui dan memastikan ibu serta adik laki-lakinya dalam kondisi aman.

“Kami mencoba mencari tempat berlindung, tetapi kemudian saya mendengar orang berteriak, ‘AIR! AIR!,” kenang Nina sembari menangis.

“Saya berhasil menemukan ibu dan adik-adik saya. Kami berlari, tetapi akhirnya terpisah,” tambah Nina.

Hingga saat ini, Nina juga tak mengetahui kabar dari ibu dan adik-adiknya, “Sekarang saya tidak tahu di mana ibu dan saudara saya berada. Saya tidak tahu cara mendapatkan informasi yang tepat. Syaa tidak tahu harus berbuat apa”.

Guncangan gempa dan sapuan tsunami memakan banyak korban membuat narapidana di penjara Palu memaksa untuk keluar.

Lebih dari 100 narapidana berhasil kabur dari penjara untuk mencari keluarga mereka. Bahkan, rutan tersebut sempat terbakar dan narapidana lain harus diamankan di depan rutan untuk meminimalisasi terjatuhnya korban.

Sipir rutan, Adhi Yan Ricoh, mengatakan bahwa sulit untuk menjaga keamanan dengan jumlah narapidana yang membludak, “Sementara mereka juga sangat panik dan harus menyelamatkan diri juga”.

Ia sama sekali tak memikirkan bagaimana narapidana yang kabur, ia hanya berusaha mengamankan narapidana yang tersisa serta memastikan keamanan mereka yang jumlahnya sekitar ratusan jiwa.

Baca Juga : Update Korban Gempa dan Tsunami Palu, BNPB: Hingga Minggu (30/9) Korban Tewas Jadi 832 Jiwa

Risiko tsunami di Indonesia

Indonesia sendiri merupakan negara dengan risiko tertinggi terkena tsunami.

Tetapi, datangnya tsunami di Palu ini justru tak terdeteksi dan tidak ada sirine peringatan, padahal sebelumnya sudah dicabut peringatan tsunami dari BMKG.

Oleh sebab itu, Badan Informasi Geospasial (BIG) melalui Kepala BIG mengungkapkan keruwetan masalah tersebut kepada Kompas.com.

Ia mengatakan bahwa stasiun yang terdapat alat pengukur pasang surut yang berfungsi mendeteksi tsunami berada persis di pinggir laut.

"Online pakai listrik. Sebelum gempa sebenarnya berfungsi tetapi begitu gempa, komunikasi listrik mati," ujar Hasanuddin Z Abidin, Kepala BIG.

Sehingga saat listrik mati, data juga berhenti mengalir. Ini karena stasiun mengandalkan baterai cadangan yang ternyata juga tak berfungsi.

Bukan kali pertama Indonesia dilanda bencana gempa dan tsunami.

Seorang warga sedang mencari barang yang bisa diselamatkan di reruntuhan rumahnya

Sebelumnya, tercatat bahwa 26 Desember 2004 lalu, Aceh juga dilanda gempa dengan tsunami dengan kekuatan yang lebih besar, sekitar 9,1 SR.

Tsunami Samudra Hindia ini memakan korban lebih dari 130.000 jiwa. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa alam terbesar di dunia.

Belum lama ini, di Lombok juga dihantam gempa bumi berkekuatan 6,4 SR. Gempa tersebut juga berpotensi tsunami, namun akhirnya peringatan tersebut dicabut BMKG lantaran tidak adanya potensi tsunami lagi.

Dalam gempa lombok, sebanyak lebih dari 460 orang dinyatakan meninggal dunia.

Sejak terjadinya tsunami 2004, pemerintah Indonesia makin tanggap untuk memulihkan bencana yang menimpa masyarakatnya.

Badan manajemen bencana diciptakan di tiap-tiap provinsi agar pusat segera menangkap informasi dengan cepat.

Bahkan hingga kini, pemerintah terus berusaha untuk memberi bantuan, pelayanan serta pemulihan terbaik untuk korban bencana gempa dan tsunami di Palu dan sekitarnya.

Gempa dan tsunami Palu juga jadi perhatian masyarakat internasional. Berbagai media internasional menyebarluaskan informasi sehingga kini, masyarakat Palu banjir doa dan dukungan.

Baca Juga : Jadi Korban Tsunami Palu, Anak-anak Melihat Jenazah Berserakan, Begini Dampak dan Cara Atasi Trauma!

Lekas pulih Palu, lekaslah tersenyum dan duka harus segera berlalu!