Menantang Maut di Pelupuk Mata, Kisah Pramugari Garuda yang Dibantu Dosen UPI yang Selamat Dari Reruntuhan Hotel Mercure

By Cynthia Paramitha Trisnanda, Jumat, 5 Oktober 2018 | 12:50 WIB
Hotel Mercue rusak parah akibat guncangan gempa dan tsunami (Facebook.com/Andika Dutha Bachari)

Kisah saya di Palu diawali seperti ini.

Sekitar satu minggu sebelum kejadian bencana gempa dan tsunami datang, yaitu tanggal 21 September 2018, saya dikontak teman-teman dari Universitas Tadulako untuk memberikan Kuliah Umum kepada mahasiswa baru Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di FKIP UNTAD. Saya tak langsung mengiyakan.

Saya minta kepada Kaprodi UNTAD untuk berfikir satu hari karena harus melihat jadwal satu minggu ke depan. Ternyata tak ada jadwal yang tak terlalu penting di akhir pekan pada minggu terakhir September. Pikir saya hanya dua hari saja saya berkegiatan di sana, akhirnya saya mengiyakan tawaran mereka. Tiket pun terbit untuk kepergian saya ke Palu. Dari awal, saya sudah mewanti-wanti panitia agar keberangkatan saya ke Palu dari Husein (Baca: Bandung) saja, jangan dari Soekarno Hatta (Jakarta).

Tiket dikirim melalui email saya dengan Rute dari Bandung Pukul 14.00 menuju Surabaya. Di Surabaya saya transit sekitar 3 jam. Sekitar Pukul 19.00 saya take off menuju Balikpapan.

Perjalanan menuju Balik Papan, dilalui sekitar 2 jam. Sampai Balikpapan pukul 22.00 Wita. Di Balikpapan tidak transit, kami langsung digiring menuju pesawat yang sudah bersiap menuju Palu. Saya tiba di Palu, Pukul 23.00. Kemudian, dijemput oleh jajaran pimpinan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Tadulako.

Sebelum didrop ke Hotel Mercure tempat saya menginap, saya diajak santap malam terlebih dahulu. Satu ekor etong, saya habiskan. Lahap sekali. Kebetulan, siangnya saya berpuasa karena hari itu kebetulan Kamis. Dan, pada saat berbuka saya hanya meminum sebotol air mineral. Selesai makan saya didrop ke Hotel Mercure tempat saya menginap. 

Ketika di hotel, waktu sudah menunjukkan pukul 01.00. Kebetulan, di hotel itu, saya bertemu dengan Anggota Densus 88/AT yang sedang bertugas ke Poso. Saya mengenal anggota itu sebagai mantan ajudan Wakapolda Jabar, Irjen Pol. Dr. Rycko Amelza Dahniel, yang sekarang menjabat sebagai Gubernur Akpol. Kami akhirnya berbincang-bincang di kamar 322 tempat saya menginap. Sampai jam 02.30 kami berbincang, kawan saya yang anggota densus itu mohon pamit karena dia harus terbang di bandara pada pukul 07.00 Wita menuju Jakarta. Setelah dia pergi keluar kamar, saya beres-beres bawaan saya dan membersihkan badan untuk bergegas tidur.

Pukul 08.10 Wita telepon kamar saya berdering. Petugas FO mengabari saya bahwa di lobby ada utusan dari UNTAD yang sudah menunggu saya untuk menjemput. Saya segera mandi, dan berganti pakaian.

Sepuluh menit kemudian saya sudah ada di bawah, dan saya bertemu dengan penjemput saya. Beliau adalah Dr. Afrizal, mantan Dekan FKIP UNTAD. Perjalanan dari hotel menuju kampus ditempuh dalam waktu 30 menit. Sekitar pukul 08.50 Wita saya sudah ada di tempat acara, amphi theater UNTAD.

Singkat cerita, saya mulai in line. Saya diberi waktu dua jam untuk menyampaikan kuliah umum di hadapan Mahasiswa Baru Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNTAD berikut dosen-dosennya. Sambutan terhadap saya cukup riuh, materi yang saya sampaikan sepertinya beririsan dengan kepentingan mahasiswa baru. Kuliah selesai pukul 11.00 WITA.

Saya langsung diajak makan. Makanan yang disantap siang itu cukup lezat, Kaledo namanya. Saya tak sholat Jumat karena saya sedang dalam perjalanan, pikir saya begitu. Saya memutuskan untuk shalat dzuhur saja. Selesai makan, sekitar pukul 12.45. Saya lalu diantar oleh salah seorang dosen FKIP UNTAD yang berasal dari Bali.

Di tengah perjalanan, saya minta beliau untuk singgah di waralaba. Saya perlu membeli rokok, dan beberapa makanan kecil. Saya disinggahkan di Alfa Midi. Lalu saya membeli sebungkus rokok dan dua botol You-C.