Nakita.id – Baiq Nuril, begitu ia dikenal masyarakat Indonesia kini. Wajahnya seolah menghiasi setiap headline pemberitaan publik.
Bukan karena ia mendapat kekuasaan dan juga jabatan tinggi, tetapi karena dirinya merasa tak dihargai sebagai perempuan.
Baiq Nuril, diduga mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh Kepala Sekolah SMA 7 Mataram 2014 silam. Namun kini, kasusnya makin bergulir ke ranah yang lebih lebar dan panjang.
Untuk melindungi dirinya, Baiq Nuril mencoba merekam ucapan atasannya tersebut ke sebuah ponsel, tujuannya untuk tidak lagi dilecehkan.
Tujuannya, agar sewaktu-waktu bisa jadi barang bukti bila Kepala Sekolah SMA 7 Mataram yang bernama Muslim tersebut kembali melakukan hal yang tidak sopan dan ia akan membawanya ke ranah hukum.
Sayang, Baiq Nuril justru dianggap bersalah dalam kasus ini. Baiq Nuril dianggap bersalah setelah merekam percakapan asusila yang dilakukan Kepala Sekolah SMA 7 Mataram, pada tahun 2014 silam.
Setelah itu, pada sidang di Pengadilan Negeri Mataram tahun 2017, Nuril dinyatakan bebas. Namun, setelah JPU mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, Nuril dinyatakan bersalah dan harus membayar denda Rp500 juta.
Eksekusi terhadap Nuril direncanakan pada hari Rabu mendatang. Namun, Nuril menolak berkomentar atas surat panggilan kejaksaan maupun rencana pelaksanaan eksekusi atas dirinya.
Nuril lebih banyak diam meski terlihat gusar ketika disinggung oleh wartawan terkait rencana eksekusi tersebut.
Aktivis perempuan yang mendampinginya berusaha menenangkannya, termasuk istri Gubernur NTB, Niken Zulkieflimansyah, yang datang memberi dukungan dan kekuatan pada Nuril.
Baca Juga : Sedang Berada di Italia, Hotman Paris Sekeluarga Temukan Celah Hukum Untuk Bebaskan Baiq Nuril!
"Melihat kasus Nuril ini menunjukkan memang belum ada perubahan dari segi hukum kita yang membela perempuan secara pasti. Ternyata masih banyak yang tidak berpihak pada perempuan, terutama masalah pencabulan. Saya mengharapkan bisa menjadi perhatian semua pihak dan pembuat Undang-undang, terutama di DPR untuk menjadikan kasus Nuril ini momentum untuk meninjau dan melihat ternyata hukum kita masih lemah terhadap perlindungan perempuan," kata Niken.
Nuril, yang kini terjerat kasus UU ITE, ditemani tim kuasa hukumnya mengirimkan surat ke Kejakasaan Agung terkait rencana eksekusi Kejaksaan Negeri Mataram.
Eksekusi rencananya akan dilakukan pada Rabu mendatang. Nuril dalam surat permohonan penundaan eksekusi, menyatakan keberatan dan menolak upaya pemanggilan untuk eksekusi.
Salah satu alasan penolakan tersebut adalah pemohon belum menerima salinan putusan tingkat kasasi dari Mahkamah Agung RI.
"Kami sebagai kuasa hukum, juga ibu Nuril, merasa keberatan atas surat panggilan kejaksaan yang meminta ibu Nuril hadir dan bertemu dengan jaksa penuntut umum sebelum eksekusi dilakukan. Kami ingin tegaskan bahwa eksekusi tak bisa dilakukan sebelum salinan putusan MA kami terima," kata Joko Jumadi, salah satu anggota tim kuasa hukum Nuril.
Baiq Nuril Maknun dan tim kuasa hukumnya, Senin (19/11/2018) siang waktu setempat, melaporkan tindakan pelecehan seksual oleh mantan atasannya atau mantan Kepala Sekolah SMA 7 Mataram Muslim ke Polda NTB.
Muslim saat ini menjabat sebagai Kabid Pemuda Dispora Kota Mataram NTB. Seperti diketahui, Muslim menuduh Baiq Nuril menyebarkan rekaman percakapan asusila dirinya pada 2014 silam.
Di Polda NTB, Baiq Nuril kemudian melaporkan tindakan pencabulan Muslim atas dirinya. Muslim disebutnya kerap menelepon dirinya dengan bahasa asusila atau meneleponnya saat melakukan perbuatan cabul dengan orang lain.
Nuril sudah memberikan keterangan lengkap terkait kasus tindakan pelecehan seksual yang dialaminya kepada polisi.
Tak hanya dari berbagai aktivis, masyarakat juga turut memberi dukungan pada Baiq Nuril.
Melalui #SaveIbuNuril, dukungan bergema dan berkumandang di seluruh penjuru Tanah Air.
Masyarakat di luar kini tengah bergendengan tangan untuk membuat petisi daring di laman change.org terhadap Presiden RI Joko Widodo untuk memberi amnesti bagi Baiq Nuril.
Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu dalam petisinya menyoroti putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan Nuril bersalah atas penyebaran percakapan asusila atasannya.
Seperti diketahui, MA menjatuhi Nuril dengan hukuman penjara 6 bulan dan denda Rp500 juta. Menurut Erasmus, MA telah abai terhadap fakta bahwa Baiq Nuril merupakan korban pelecehan oleh atasannya atau Kepala Sekolah SMA 7 Mataram pada 2014.
"Lewat Pasal 3 Perma tersebut hakim wajib mengindentifikasi situasi perlakuan tidak setara yang diterima perempuan yang berhadapan dengan hukum. Hal ini jelas dialami oleh Baiq Nuril yang merupakan korban kekerasan seksual," kata Erasmus dalam petisi tersebut.
Baca Juga : Baiq Nuril dan Anaknya Kirim Surat ke Presiden: 'Jangan Suruh Ibu Saya Sekolah Lagi'
Ia juga menyoroti perbedaan putusan antara MA dan Pengadilan Negeri (PN) Mataram.
Rupanya, hasil kerjasama masyarakat membuahkan hasil. Meski kecil, kerja keras masyarakat cukup membuat Baiq Nuril rasanya cukup terbantu.
Nuril yang semula rencananya dieksekusi pada Rabu (21/11) mendapat angina segar.
Eksekusi bagi Nuril dinyatakan ditunda! Penundaan tersebut membuat Baiq Nuril cukup lega dan langsung melakukan sujud syukur.
Hal tersebut terjadi saat Baiq Nuril usai melaporkan seorang kepala sekolah berinisial M ke Polda NTB.
"Ibu Baiq Nuril sangat bersyukur mendengar kabar penundaan tersebut, beliau histeris tadi usai lapor ke Polda. Saya sampaikan kabar bahwa Kejaksaan Agung menunda eksekusi, dia langsung juga sujud syukur,"ujar kuasa hukum Baiq Nuril, Joko Jumadi, saat dihubungi Tribun, Selasa (20/11/2018).
Tidak hanya Baiq Nuril yang bersyukur, Joko sebagai pengacara juga menyambut baik keputusan dari Kejaksaan Agung tersebut.
Karena penundaan tersebut sangat membantu dirinya dan Baiq Nuril untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
"Alhamdulillah, keputusan penundaan sangat membantu kami dalam pelaksanaan pengajuan PK. Karena nanti setelah salinan putusan kasasi kami terima dari MA, jangan sampai PK kami sudah ajukan tapi masih tetap ada eksekusi," ujar Joko.
Kabar penundaan eksekusi bagi Baiq Nuril diapresiasi oleh ICJR, selaku pendukung Nuril.
"Kalau dari kami koalisi masyarakat sipil, posisinya jelas mengapresiasi dalam artian setiap langkah progresif yang baik," kata salah satu penggagas petisi #SaveIbuNuril dari ICJR Erasmus Napitupulu kepada Kompas.com, Selasa (20/11/2018).
Atas keputusan tersebut, mewakili koalisi, Erasmus mengucapkan terima kasih karena Kejagung mau mendengarkan dan memberikan respons terhadap suara masyarakat sipil yang menuntut keadilan untuk Nuril.
View this post on Instagram
Oleh karena itu, lanjut Erasmus, ICJR berharap Kejagung dapat menjaga komitmennya untuk tidak melaksanakan eksekusi sampai kasus Nuril diputus di tingkat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA).
Meski demikian, ICJR ingin mengingatkan bahwa proses peninjauan kembali ini akan sangat panjang dan memakan waktu sangat lama. "Yang pasti kita fokus ke PK dan pemberian amnesti oleh Presiden Joko Widodo," kata dia.
Selama proses ini, kata Erasmus, Nuril dan keluarganya masih akan berada dalam kondisi tekanan psikologis karena lamanya proses dan ketidakjelasan akan nasibnya.
Oleh karena itu, ICJR terus mendorong Presiden Jokowi untuk dapat memberikan amnesti kepada Nuril.
"Agar Ibu Baiq Nuril tidak perlu berada dalam kondisi ketidakpastian selama menunggu proses Peninjauan Kembali berakhir dan putusan PK keluar," kata Erasmus.
Meski penahanan ditunda, perjuangan Nuril masih belum selesai.
Pelecehan Seksual Menyerang Perempuan
Belajar dari kisah Baiq Nuril, banyak yang akhirnya menyimpan pertanyaan mengapa korban pelecehan seksual sangat dekat dengan perempuan.
Pakaian dan gaya hidup kerap kali disalahkan jadi faktor pelecehan seksual. Tetapi nyatanya, hal tersebut tak selamanya benar.
Melansir dari Kompas.com, Mariana Amirudin, Ketua Sub Komisi Partisipasi Masyarakat 2016 lalu menyebut hal yang cukup mengejutkan, antara “kedekatan” perempuan dengan pelecehan seksual.
“Selama dia perempuan, dia akan mengalami pelecehan seksual,” ujarnya kepada Kompas.com saat ditemui di Komnas Perempuan di Jakarta, Kamis (21/7).
Selama orang tersebut adalah seorang perempuan, maka dia akan rentan untuk mengalami pelecehan seksual, ungkap Mariana.
Untuk mengantisipasi terjadinya pelecehan seksual, Marianan pun memberikan beberapa tip bagi wanita.
“Terkadang kita mempelajari karakter dari pelaku. Rata-rata mereka mengincar orang-orang yang lemah,” jelasnya.
Melihat hal seperti ini, sebaiknya perempuan memiliki rasa percaya diri dan juga tahu apa yang ingin mereka lakukan.
Sebab, jika wanita menunjukkan bahwa dirinya tidak takut dengan keadaan, maka pelaku pun tidak akan berani untuk menjadikan perempuan tersebut sebagai target.
“Wanita yang kuat tidak mungkin menjadi sasaran pelaku,” tutupnya.
Lalu, mengapa antara perempuan dan pelecehan seksual memiliki hubungan “kedekatan”.
Melalui adanya kasus pada 2011 silam, Nursyahbani Katjasungkana yang saat itu menjabat sebagai Koordinator Nasional Federasi Lembaga Bantuan Hukum APIK Indonesia memberi tanggapan.
Nursyahbani menyatakan bahwa pelecehan seksual yang terjadi merupakan bukti adanya pembiaran pemerintah terhadap warganya, khususnya perempuan.
”Kasus pemerkosaan yang berulang tersebut merupakan buah ketidakpedulian terhadap warganya. Saya khawatir penyelesaian yang diambil pemerintah nantinya justru adalah kebijakan yang salah, seperti pemisahan gerbong antara perempuan dan laki-laki,” kata Nursyahbani.
Pada dasarnya, perempuan dan laki-laki adalah sama, untuk itu perlu mendapatkan perlindungan dan pelayanan yang sama. Yang menjadi masalah adalah ketika penegakan hukum tidak bisa dijalankan oleh pihak berwenang.
”Pelecehan seksual adalah kejahatan, tercantum dalam Pasal 281 dan 294 KUHP. Jadi, harus ada penegakan hukum tegas,” katanya.
Bahkan, menurut data PBB, perempuan di bawah usia 16 tahun merupakan perempuan yang usianya paling rentan alami kekerasan seksual.
"Jumlahnya bahkan mencapai 50 persen lebih di seluruh dunia,"kata pernyataan kampanye UNITE- Akhiri Kekerasan terhadap Perempuan di Markas Besar PBB di New York pada Jumat (27/9/2013).
Sementara, hasil jajak pendapat Small Arms setahun silam menunjukkan setengah dari 25 negara dengan tingkat tertinggi terbunuhnya perempuan ada di Amerika Latin dan Karibia.
Secara rinci data itu menyebutkan pada 2015 sekitar 650 perempuan terbunuh di El Salvador. Di posisi kedua tahun sama ada Guatemala dengan 375 kasus pembunuhan.
Sementara, pembunuhan terhadap perempuan berusia 15-49 tahun terjadi di Honduras. Ini pun terbilang angka tertinggi sebagaimana warta AP.
Sampai kini, dalam catatan UNITE, PBB sudah bekerja bersama beberapa kalangan membuat banyak kebijakan untuk menjamin persamaan hak bagi perempuan.
Baca Juga : Amankan Demo Mahasiswa yang Ricuh, 7 Polwan Jadi Korban Pelecehan Seksual, Begini Kronologinya
Faktor Pemicu Pelecehan Seksual
Kekerasan seksual atau pelecehan seksual biasanya terjadi di ruang publik dan menyerang perempuan.
Temuan safety audit UN Women, ada beberapa hal yang menjadi faktor pemicu terjadinya kekerasan maupun pelecehan seksual di Jakarta.
Pertama adalah soal infrastruktur dan transportasi publik yang kurang memadai. Misalnya, tidak adanya penerangan yang cukup di jalan atau gang, trotoar yang tidak memadai, tidak adanya CCTV di tempat strategis, hingga transportasi publik yang kurang aman.
"Bayangan dan ketakutan akan terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual, sering kali membatasi akses dan ruang gerak perempuan dan anak di ruang publik kota," ucap Sabine Machl, UN Women Representative Indonesia di dalam acara peringatan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan di Jakarta, Sabtu (25/11/2017).
Faktor kedua adalah perilaku dan norma sosial. Hal ini mencakup kekerasan diterima secara budaya, perilaku kekerasan dianggap suatu yang lazim dan dapat diterima secara sosial, kurangnya respons dari penonton yang menyaksikan tindakan kekerasan.
Ketiga dikarenakan pengalaman kekerasan yaitu pernah menyaksikan kekerasan atau mengalami sebelumnya saat kanak-kanak.
Sementara faktor keempat, korban pelecehan seksual kerap disalahkan, misalnya dari cara berpakaiannya.
Pandangan yang salah ini malah menyudutkan korban pelecehan seksual. Sabine mengatakan, fasilitas publik harus dibenahi agar para perempuan aman dan nyaman beraktivitas.
"Perbaikan infrastruktur dan fasilitas publik sangat penting untuk memastikan keamanan dan keselamatan perempuan dalam konteks perkotaan sehingga memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, membuka akes pendidikan, dan kesehatan," kata Sabine.
Dalam acara yang sama, Direktur Operasional PT Transjakarta Daud Joseph menambahkan, perempuan yang mengalami pelecehan seksual di transportasi massal, diharapkan berani bertindak dan melapor.
"Banyak kejadian (pelecehan seksual), namun dalam proses hukumnya kerap tidak bisa dilanjutkan akibat si korban tidak mau memberikan laporan ke pihak berwenang," ucap Joseph.
Bentuk pelecehan di ruang publik sendiri terdiri dari dua macam, yakni secara verbal seperti memberikan komentar, siulan, seruan yang bernada melecehkan.
Kedua non verbal atau tindakan yang lebih berani layaknya menyentuh, meraba, penyerangan seksual, menguntit, pemerkosaan, sampai menunjukkan alat kelamin.
Rayakan Hari Ibu dengan Kenyamanan di Senyaman, Studio Yoga dan Meditasi Khusus Wanita Berdesain Modern serta Estetik
Source | : | Kompas.com,BBC,Women's Weekly |
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR