Nakita.id - Sebagai orangtua, sudah jadi naluri bahwa harus melindungi dan juga merawat anak-anaknya.
Kadang, orangtua memang harus memberi pelajaran ketika anak melakukan hal yang tidak sesuai aturan atau menyeleweng.
Meski begitu, sebagai orangtua baiknya Moms dan Dads juga membentengi Si Kecil dari ancaman kekerasan yang kian merebak di masyarakat dan lingkungan sekitar.
Baca Juga : REVIEW AKHIR TAHUN: Deretan Kekerasan di Sekolah yang Terjadi Sepanjang 2018
Seperti yang dilakukan seorang ibu di Jatinegara ini.
Ibu asal Jatinegara melaporkan tetangganya atas dasar kekerasan.
Ibu tersebut tak terima anaknya disentil oleh tetangganya sendiri.
Melansir dari KOMPAS.com, Siti Rohayati (34) melaporkan tetangganya berinisial L (60) karena menyentil anaknya.
Peristiwa tersebut terjadi pada Minggu (6/1/2019), saat korban berinisial JUN tengah bermain bersama dua orang temannya, F (4) dan S (4).
Mereka bermain di depan rumah pelaku di Jalan Sensus IVD RT 008/014 Bidaracina, Jatinegara, Jakarta Timur.
"Saat memetik, ternyata dilihat pemilik rumah. Anak kami sudah mencoba mengembalikannya, namun malah disentil berkali-kali di muka dan telinga," ucap Siti.
Siti menuturkan pelaku mengejar ketiga korban dan kembali menyentil mereka hingga menjerit.
Akibat peristiwa ini ketiganya mengalami trauma dan tidak mau berangkat sekolah karena ketakutan.
"Pelaku di lingkungan sekitar memang dikenal arogan," jelas Siti.
Atas kejadian ini, Siti melaporkan pelaku ke Polres Metro Jakarta Timur dengan nomor laporan 23/K/I/2019/RJT.
Baca Juga : Lagi! Guru Lakukan Kekerasan pada Murid, Kali Ini Bungkam Mulut Anak TK dengan Lakban
Sementara itu Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur, AKBP Ida Ketut berjanji akan mengusut tuntas kasus ini.
Dikutip dari TribunJakarta pada Rabu (9/1/2019), Ida mengatakan pihaknya masih menunggu korban untuk diperiksa karena masih mengalami trauma.
Dikatakan Ida, awalnya para korban akan menjalani visum pada Selasa (8/1/2019) lalu. Namun batal lantaran korban, yaitu JUN (5), F (4), dan S (4) dalam kondisi kelelahan.
Siti berharap agar pihak kepolisian dapat bertindak cepat dan menangkap pelaku agar peristiwa serupa tidak terulang kembali.
Baca Juga : Fakta Bayi yang Dilempar dari Lantai 3 Mall Magelang, Begini Pengakuan Pelaku dan Kondisi Bayinya Kini
Kekerasan Pada Anak
Apa yang dilakukan Siti sebagai benteng pertahanan untuk menjaga anaknya dari pengaruh buruk kekerasan dari lingkungannya.
Seperti yang selalu digaungkan oleh Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA) Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto.
Melansir dari KOMPAS.com, Kak Seto pernah mengkampanyekan perihal upaya orangtua menjauhkan anaknya dari kekerasan.
"Mari jauhkan kekerasan pada anak, agar mereka tumbuh dan berkembang dengan penuh cinta," kata dia, pada kampanye pencegahan kekerasan pada anak, di Bandarlampung.
Baca Juga : Dituduh Sebagai Dalang Pembunuhan Suzanna, Begini Karakter Asli Clift Sangra Selama Menikah dengan Suzanna
Selain itu, ia pun mengajak anak-anak untuk menurut orang tua, dan rajin belajar, sehingga tercipta harmonisasi di dalam keluarga.
Melansir dari Parents, untuk mengenali terjadinya kekerasan pada anak memang sedikit sulit.
Anak cenderung belum mau berbicara tentang hal apa yang ia alami karena adanya berbagai faktor, salah satunya ancaman.
Ada berbagai kekerasan yang muncul dan bisa jadi mengancam keselamatan anak.
1. Kekerasan Fisik
Seperti yang dialami JUN tersebut, kekerasan fisik bisa meliputi memukul, menendang, mencubit, menampar, melempar, menarik rambut, menyentil, dan melakukan sentuhan kekerasan pada anggota tubuh.
Kekerasan fisik bisa berkakibat cedera, atau juga tidak terjadi cedera.
Baca Juga : Begini Kondisi Windi Tanoiwas Setelah Suaminya Jadi Dalang di Balik Pembunuhan Anaknya
2. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual merupakan adanya kontak seksual, baik melalui rangsangan maupun sentuhan, atau perilaku lainnya terhadap alat vital dan juga organ sensitif anak.
Termasuk mengekspos gambar dan foto tidak pantas pada anak sehingga anak mengetahui tentang aksi seks yang diperlihatkan padanya.
3. Kekerasan Verbal
Tak hanya secara fisik, kekerasan juga bisa muncul secara verbal.
Misalnya mengatai anak dengan sebutan kasar, menyakiti perasaan anak dengan melakukan bully-ing verbal, dan masih banyak lagi.
Apabila anak sudah mengalami kekerasan tersebut, hidup dan juga masa depannya jelas akan terpengaruh.
Kekerasan dapat memengaruhi anak-anak dengan sejumlah cara.
Baca Juga : Sang Ayah Pura-pura Temukan Anaknya Meninggal Tertusuk Pisau, Ternyata Dialah Dalang di Balik Pembunuhan
Menurut Cindy W. Christian, MD, ketua Pencegahan dan Penyalahgunaan dan Penelantaran Anak di The Children's Hospital of Philadelphia mengatakan," pertama, selalu ada kemungkinan bahwa mereka dapat mengalami cedera permanen, parah atau kadang-kadang bahkan fatal."
Dengan atau tanpa adanya penganiayaan fisik, bekas luka penganiayaan bisa sangat menghancurkan hidup anak.
Ia akan terus mengalami ketakutan, trauma, yang mengarah ke kecemasan dan menimbulkan depresi.
Akibatnya, prestasi akademisnya bisa terancam dan ia mengalami kesulitan sosial.
Baca Juga : Tak Hanya Tampan Deretan Publik Figur Ini Juga Duta Anti Kekerasan Anak, Salut!
Menurut Biro Anak-Anak Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika Serikat, anak-anak yang sudah mengalami kekerasan juga rentan melakukan partisipasi dalam tindak kriminal dalam jangka panjang.
Studi yang didukung oleh Centers for Disease Control and Prevention menunjukkan ketika anak-anak memiliki eksposur terhadap kejadian buruk di masa kanak-kanak, mereka memiliki tingkat penyakit jantung, kanker, penyakit mental dan penyakit lain yang lebih tinggi saat dewasa, kata Dr. Christian.
Tidak ada salahnya melaporkan tindak kejadian kekerasan dalam bentuk apa pun ke kepolisian.
Peneliti dan profesional di Amerika Serikat telah mengimbau orangtua melapor kejadian kekerasan baik yang menimpa anaknya sendiri maupun melihat kejadian keekrasan pada anak untuk dilaporkan ke Call Center Childhelp Nasional.
Hal ini ternyata juga diimbau oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
KPAI mengimbau pada masyarakat untuk segera melapor apabila melihat kekerasan anak di lingkungan.
Bahkan, pembiaran dan pengabaian pada kasus penelantaran anak merupakan hal yang melanggar Undang-Undang.
Mengutip dari web resmi KPAI, Komisioner KPAI Susanto menegaskan, "Harus lapor. Kalau ada tindakan kekerasan kemudian tidak melapor, itu tidak seharusnya. Ada pencabulan misalnya lalu tidak melaporkan malah dibiarkan, itu dilarang Undang-Undang Perlindungan Anak."
Pelapor diminta tak takut dianggap menuduh atau menuding jika mempunyai cukup bukti. "Kasih fakta. Sambil difoto bisa saja. Minimal dua alat bukti. Saksi fakta, ada data," ujar Susanto.
Namun hal paling utama terkait kekerasan pada anak adalah tindakan preventif atau pencegahan, agar jangan sampai kekerasan semacam itu terjadi di dalam keluarga atau di tengah masyarakat.
"Makanya di forum-forum arisan RT/RW terintegrasi nuansa ramah anak, sosialisasi ramah anak, diskusi tentang penanganan dan sebagainya terkait kasus itu," ucap Susanto.
Suasana ramah anak tak hanya dimulai dari lingkungan keluarga, tapi juga penting di lingkungan tempat tinggal sekitar, misalnya Rukun Tetangga/Rukun Warga.
Adanya kasus penelantaran anak yang terjadi di Cibubur membuat KPAI memberi predikat lingkungan tidak ramah anak. "Kasus ini menunjukkan lingkungan RT/RW belum ramah anak," katanya.
Susanto mengatakan tak sulit untuk mewujudkan lingkungan ramah anak. Indikatornya ialah ada komunikasi dengan lingkungan ketika masalah terhadap anak muncul.
"Ada mekanisme pelaporan dan penanganan ketika ada anak terlantar. Ada fasilitas ruang publik yang nyaman buat bermain dan berekspresi buat anak," kata dia.
Source | : | Kompas.com,Parents,KPAI |
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR