Nakita.id - Moms, pernahkah memberikan Si Kecil julukan berdasarkan kelakuannya?
“Iya nih, si kakak tukang ngompol”, “si cengeng”, “si penakut”, atau “si bandel” misalnya.
Pertimbangkan sekali lagi Moms, jika ingin memberikan Si Kecil julukan tertentu.
Baca Juga : #Lovingnotlabelling: Usia 3-5 Tahun Si Kecil Sedang Membentuk Karakter, Jangan Diberi Label!
Faktanya, julukan semacam ini tidak baik lho Moms bagi perkembangan kepribadian Si Kecil.
Fenomena ini umum dikenal dengan istilah ‘labelling’.
Menurut psikolog anak, remaja dan keluarga, Roslina Verauli, MPsi., secara klinis, labeling adalah sesuatu yang diberikan untuk memberikan diagnosis karena anak memberikan gejala-gejala tertentu.
“Namun sayangnya label yang biasa kita berikan untuk masalah klinis, sering disalahgunakan di luar sana” ujar Roslina saat diwawancarai Nakita.id di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan, pada Rabu (9/1/2019).
Hal ini sering dilakukan para orangtua untuk memberi julukan pada Si Kecil kalau mereka termasuk ke dalam golongan tertentu.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Anak Bisa Jadi Rendah Diri, Ini Solusi Jika Moms Terlanjur Labeli Si Kecil
Dalam keadaan emosi biasanya orangtua akan dengan mudah melabeli Si Kecil.
Ini biasanya terjadi secara tidak sengaja atau spontan, mengacu pada perilaku tertentu yang dilakukan Si Kecil.
Meski hanya sekedar kata-kata, saat label ini sudah masuk ke dalam alam bawah sadar Si Kecil, dampaknya akan permanen.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Si Kecil Bisa Jadi Minder atau Perfeksionis, Ini Indikator Moms Labeli Anak
Anak yang diberikan label “tukang ngompol” misalnya, kesannya si tukang ngompol ini akan selalu ngompol.
Padahal kejadian ngompol ini bukan kejadian yang akan terus menerus terjadi sepanjang hidupnya.
Roslina mengatakan saat kita memberi label maka akan ada stigma tertentu yang melekat pada Si Kecil bahwa ia yang masih ngompol biasanya memalukan bagi orangtuanya, atau stigma lain yang dapat membuat Si Kecil tidak percaya diri.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Psikolog Anak Jelaskan Dampak Moms Berikan Label Buruk untuk Si Kecil
Umumnya orangtua tidak punya maksud sengaja melabeli Si Kecil.
Dengan label tersebut, orangtua ingin agar Si Kecil berubah dan tidak mengulangi hal tersebut.
Saat orangtua memberi julukan “tukang ngompol” pada Si Kecil, mereka berharap agar Si Kecil tidak lagi mengompol saat tidur, maka dari itu dikatakanlah ia si tukang ngompol.
Baca Juga : #LovingNotLabelling, Menginspirasi Para Moms Agar Tak Melakukan Labelling pada Anak
Namun dampaknya malah sebaliknya, menjadi kontra.
Roslina menjelaskan, label yang diberikan oleh Moms atau Dads akan menjadi skema dalam alam berpikir Si Kecil, dan cenderung mengkristal.
Bayangkan jika Si Kecil yang disebut tukang ngompol ini punya stigma atau ciri negatif yang menempel pada kepribadiannya karena pengaruh lingkungannya tertentu tentang dirinya terkait ngompol.
Baca Juga : #LovingNotLabelling, Berikut Ilmu, Manfaat dan Keseruan yang Didapat di Acara Coaching Clinic Hypnotalk
Ini akan melekat terus secara permanen, padahal yang dimaksud sebenarnya hanya gejala ngompolnya.
“Gejala itu kan tidak permanen. Gejala bisa berubah, begitu juga dengan Si Kecil,” tutur Roslina.
Ketika Si Kecil disebut “pemarah”, skema tadi akan menggiringnya menjadi pemarah dan memberi afirmasi atau penegasan pada dirinya untuk menjadi seperti apa yang dilabelkan padanya.
Baca Juga : #LovingNotLabelling, Saat Emosi Lakukan Hal Mudah Ini untuk Mengontrolnya Supaya tak Mencap Anak
Jadi, Roslina berpesan agar Moms dan Dads lebih berhati-hati jika ingin menyebut perilaku tertentu pada anak.
“Sebut perilakunya, tapi jangan labeli anaknya,” tutup Roslina.
Source | : | nakita |
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR