Nakita.id – Dalam merawat Si Kecil, orangtua memang memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk memberi tahu anak tentang berbagai hal, mengajarkan mereka melakukan sesuatu, melindunginya, dan lain-lain.
Akan tetapi, seringkali tanpa sadar orangtua mencoba untuk membentuk Si Kecil.
Hingga kini, masih banyak orangtua yang membesarkan anak laki-laki mereka dengan stereotip kuno tentang pria.
Baca Juga : Berikan yang Terbaik, Bahan Alami Harus Jadi Pilihan Utama Agar Bayi Terlindungi
Menurut Anahid Lisa Derbabian, seorang konselor profesional bersertifikasi, “Ketika sebuah template yang spesifik diberikan kepada anak laki-laki, misalnya seperti apa rupa seorang laki-laki, anak laki-laki harus bertingkah seperti ini, anak laki-laki harus menyenangi itu, maka ia akan mencoba meniru hal tersebut dan mengabaikan apa yang ada pada diri mereka sendiri,”
“Bahkan seringkali anak laki-laki pada akhirnya merasa bahwa orangtua sangat memaksakan hal tersebut pada mereka, dan akhirnya terjadilah pertentangan atau pemberontakan dalam diri mereka.” Lisa menambahkan.
Maka dari itu, ada baiknya para orangtua memahami apa saja kalimat-kalimat yang sebaiknya dihindari agar tidak membahayakan perkembangan anak laki-laki.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Bukan Melabel 'Aneh', Ini yang Harus Dilakukan Orangtua Saat Anak Punya Teman Khayalan
Melansir dari laman fatherly.com, berikut tujuh frasa umum yang harus dihindari:
1. "Kamu terlalu sensitif"
Anak laki-laki seringkali tidak diperbolehkan untuk memiliki perasaan atau emosi, apalagi menyuarakannya pada orang-orang sekitar.
Bahkan seringkali para orangtua terutama ibu, yang “mendidik” anak laki-laki mereka untuk menjaga emosi mereka agar tetap tersembunyi.
Ketika orangtua memberi tahu anak laki-laki mereka bahwa mereka terlalu sensitif, saat itulah tanpa sadar orangtua telah menekan dan mengabaikan kebutuhan emosional.
Hal ini dapat memiliki efek buruk di sepanjang hidup mereka.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Jangan Label Anak Penakut, Ini Cara Buat Si Kecil Jadi Pemberani
Rachel D. Miller, seorang terapis perkawinan dan keluarga, mengatakan bahwa konsekuensi memaksa anak laki-laki untuk meredam emosi mereka bisa sangat mengerikan.
"Ketika emosi tidak dirasakan dan diproses, perasaan tersebut akan keluar dengan cara yang tidak sehat seperti kekerasan, alkohol, penggunaan narkoba, dan masalah kesehatan mental," ujar Rachel.
2. "Anak laki-laki jangan menangis"
Serupa dengan tidak diperbolehkannya menunjukkan emosi, anak laki-laki sering diajarkan bahwa menangis atau menunjukkan kelemahan harus dihindari.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Jangan Sebut Anak 'Pembohong', Lakukan Ini Saat Si Kecil Berbohong
Pemikiran seperti ini membuat anak laki-laki berpikir bahwa apa yang disebut "emosi yang lebih lembut" ini milik anak perempuan dan bagi mereka, hanya emosi tertentu yang boleh atau dapat diterima.
3. "Hal ini hanya untuk perempuan"
Seringkali terjadi ketimpangan, ketika anak perempuan berpakaian tomboy seperti laki-laki, memotong rambut seperti laki-laki, dan bermain dengan laki-laki, mereka masih diterima oleh lingkungannya.
Sebaliknya, jika hal tersebut terjadi pada anak laki-laki, orangtua langsung menganggap bahwa ada sesuatu yang salah pada anak mereka.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: 3 Tips untuk Dads Menghindari Labelling Kepada Anak
“Melarang anak laki-laki untuk mengeksplorasi naluri alamiah mereka yang memiliki kepedulian layaknya seorang perempuan dapat menciptakan jarak emosional antara mereka dan keluarganya,” kata Kate Balestrieri, seorang psikolog.
"Jika anak perempuan dibebaskan untuk berekspresi, maka anak laki-laki harus diberikan hal yang sama," tambah Miller.
4. "Kenapa kamu tidak bisa lebih seperti ...?"
“Kebiasaan membandingkan Si Kecil dengan anak lain, terutama saudara kandungnya, dapat membuatnya merasa tertekan dan gagal,” kata Dr. Fran Walfish, seorang psikoterapis hubungan.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: 3 Tips untuk Dads Menghindari Labelling Kepada Anak
"Orang tua sebaiknya menerima kekurangan maupun kelebihan anak, apapun itu. Hal ini dapat menjadi titik awal pengasuhan anak yang lebih sehat.” Walfish menambahkan.
5. "Kamu bermain seperti perempuan"
Kalimat ini dapat menyampaikan pesan kepada anak laki-laki bahwa apapun yang dilakukan oleh seorang anak perempuan akan selalu kurang dan tidak lebih baik dari yang dilakukan laki-laki.
Tentu hal ini akan membingungkan Si Kecil, karena pada umumnya laki-laki juga memiliki sosok perempuan yang menjadi panutan dalam kehidupan mereka, seperti sosok ibu, nenek, saudara perempuan, atau bibi.
Namun, ungkapan tersebut secara tidak langsung mampu menanamkan pemikiran bahwa yang dilakukan oleh perempuan adalah sesuatu yang lebih rendah.
Bahkan membuat anak meyakini bahwa hal tercela yang dilakukan oleh seorang laki-laki pun akan tetap lebih baik daripada yang dilakukan perempuan.
6. "Kamu harus menang!"
Menanamkan mental "menang dengan cara apa pun" mungkin sekilas tampak seperti mengajarkan anak untuk lebih bersemangat dalam menggapai impiannya.
Namun, pada kenyataannya, hal tersebut justru mempersempit fokus mereka sehingga yang mereka lihat adalah hadiah, bukan pengalaman.
Baca Juga : #LovingNotLabelling, Bahaya Sering Berikan Label Pada Anak: 'Anak Pintar' 'Anak Nakal'
Mereka fokus hanya pada memenangkan permainan daripada menikmati kesenangan saat bermain.
"Hal ini bisa sangat merugikan anak-anak, karena mereka kehilangan momen-momen bahagia dalam hidup, dan lebih terfokus pada memenangkan hadiah," kata Derbabian.
"Bahkan suatu hari nanti, mereka bisa merasa bahwa hadiah seringkali tidak sebanding dengan apa yang mereka berikan sepanjang jalan." sambungnya.
Baca Juga : #LovingNotLabelling Perhatikan Cara Beri Empati ke Si Kecil Moms, Jangan Sampai Memberikan Label!
7. “Boys will be boys”
Ini adalah frasa umum yang sering diucapkan seolah-olah ketika anak laki-laki berkelahi atau melakukan tindakan yang tercela, hal tersebut adalah sesuatu yang wajar atau diperbolehkan.
Menurut Miller, hal tersebut dapat mengajarkan anak laki-laki untuk tidak bertanggungjawab atas perilaku mereka.
Jika terus menerus dibiarkan, hal tersebut dapat berakibat jangka panjang, seperti munculnya kebiasaan berkelahi, terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, bahkan pelecehan seksual.
Mengatur Jarak Kelahiran dengan Perencanaan yang Tepat, Seperti Apa Jarak Ideal?
Source | : | fatherly.com |
Penulis | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR