Nakita.id - Maraknya kasus eksploitasi seksual anak melalui media online membuat dunia menjadi waspada untuk menangani permasalahan tersebut.
BACA JUGA: Disebut Bidadari, Ini Potret Grup Zaskia Sungkar yang Curi Perhatian
Melalui ASEAN Commission on the Promotion and Protection of the Rights of Woman and Children (ACWC), sebagai bukti bahwa dunia tanggap dalam penanganan kasus eksploitasi seksual anak melalui media online, masalah ini jika tidak segera ditangani serius akan semakin menyebar luas.
Indonesia memang tergabung dalam ACWC, tetapi dalam penanganan kasus eksploitasi seksual anak melalui media online ini masih belum dijalankan dengan baik.
Hal tersebut telah diulas Nakita.id dalam artikel berjudul; Ditemukan 200 Kasus, Indonesia Rawan Eksploitasi Seksual Anak di Media Online
Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang tergabung dalam ACWC, seperti Brunei, Filiphina, Thailand, dan Vietnam, pemerintah mereka cukup tanggap dalam menangani masalah seperti itu dengan membuat Undang-Undang (UU) khusus yang fokus pada eksploitasi seksual dan pornografi anak melalui media online.
Pada UU tersebut diatur bagaimana masing-masing negara menghukum setiap individu yang terlibat dalam aktivitas eksploitasi seksual dan pornografi anak melalui media online.
Selain itu, terdapat pula yang mengatur melarang memroduksi, memiliki, dan mendistribusikan tentang pornografi anak.
“Seperti di Brunei, mereka memiliki KUHP yang berfokus pada masalah eksploitasi seksual dan pornografi anak melalui media online.Pada KUHP tersebut terdapat aturan akan mengkriminalkan jika terdapat individu yang memiliki gambar porno terkait konten anak, termasuk juga yang menyebarkan, melihatkan, dan juga membuka situs gambar porno anak,” ujar Sri Danti Anwar, Staf Ahli Menteri Kementerian PPPA, kepada Nakita.id.
BACA JUGA : Cegah Anak Kecanduan Pornografi, Berikut Jurus-jurus Penangkalnya
Menengok dari yang telah dilakukan oleh pemerintah negara-negara tetangga, yang sigap memberantas kasus eksploitasi seksual dan pornografi anak melalui media online, seharusnya Indonesia pun bisa menirunya.
Seperti membuat regulasi khusus yang fokus menangani masalah seperti itu.
Sebab, Indonesia belum memiliki regulasi khusus terkait penanganan masalah eksploitasi seksual dan pornografi anak melalui media online, yang ada hanya seperti UU umum tentang pornografi dan transaksi elektronik.
Menurut Danti, saat diwawancara lebih dalam oleh nakita.id, memang ada undang-undang pornogrfi yang mengatur distribusi konsumsi kepemilikan mengenai materi-materi pornografi, tapi di sana tidak disebutkan khusus mengarah pada anak, hanya setiap individu.
Kemudian ada juga UU ITE, tapi sepertinya tidak ada juga yang spesifik mengatur anak.
Lalu ada UU traficking yang terkait perdagangan orang, tapi di sana tidak memiliki aturan komprehensif untuk eksploitasi anak pada online.
"Masing-masing ada aturan perlindungan, tapi yang komprehensif mengenai aktivitas eksploitasi dan pornografi anak pada media online itu tidak ada dan tidak ada juga yang mengatur mengkriminalkan mucikari,” kata Danti.
BACA JUGA : Anak Suka Bikin Berantakan Rumah? Atasi dengan Cara Mudah Ini
Selain itu mengatur hukuman bagi individu yang terlibat dalam kasus eksploitasi dan pornografi anak pada media online, dengan adanya regulasi tersebut pun akan memberikan edukasi kepada orang tua untuk dapat mencegah anak masuk ke dalam dunia hitam tersebut.
Peran orangtua tidak akan lebih kuat untuk memberantas aktivitas eksploitasi dan pornografi anak di media online jika tidak ada regulasi yang mengikat.
Apalagi saat ini adalah era millenial di mana anak-anak sudah mahir berselancar di dunia maya.
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Finna Prima Handayani |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR