Nakita.id - Sangat memprihatinkan kasus bullying di bangku sekolah kembali terjadi.
Kali ini kasus bullying menimpa salah satu seorang siswa yang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota Malang provinsi Jawa Timur.
Beredarnya kasus tersebut berawal dari unggahan video salah satu pengguna sosial media.
Melansir Kompas.com video ini diunggah oleh akun @black_valley di Twitter pada Sabtu (01/02/2020) lalu.
Akhirnya video tersebut pun viral dan tersebar ke publik secara luas.
Pada video tersebut memperlihatkan siswi SMP yang sedang terbaring sambil menangis lantaran salah satu jarinya mengalami luka yang parah.
Menanggapi hal tersebut salah satu pakar psikolog yakni Anisa Cahya Ningrum angkat bicara.
"Peristiwa bullying selalu menjadi keprihatinan kita semua. Hal ini menyadarkan kita, bahwa pengawasan kita terhadap mereka belum maksimal," ungkap Anisa saat diwawancarai Nakita.id via WhatsApp, Rabu (5/2/2020).
"Sering kali, perilaku anak adalah duplikasi dari hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Anak yang melakukan perundungan, merasa bahwa apa yang dilakukannya tidak berbahaya dan boleh dilakukan. Artinya, mereka tidak mendapat pembelajaran yang cukup tentang empati, moralitas dan toleransi," tambah Anisa.
Sebagai pakar psikolog Anisa juga menilai kasus bullying yang terjadi di Malang tersebut perlu ditelusuri lagi.
"Kalau kasus di Malang itu yang terjadi sampai melukai fisik, bukan berarti hal itu menjadi faktor tunggal. Kemungkinan bisa juga diawali dengan perundungan secara mental, verbal atau sosial. Jadi perlu ditelusur bagaimana kronologi kejadian pada hari itu, dan hari-hari sebelumnya," tutur Anisa.
Bahkan Anisa juga menjelaskan dampak buruk yang mungkin akan dialami korban ketika mengalami cacat karena kasus tersebut dan kemudian korban tidak bisa menerima kenyataan yang ada.
Maka efek buruk yang mungkin terjadi, korban akan mengalami depresi yang luar biasa.
Anisa juga menilai bahwa peran orang tua korban sangat dibutuhkan saat ini untuk melakukan rehabilitas mental.
Anisa juga menerangkan anak yang menjadi pelaku bullying pun bukan semata-mata bisa terjadi karena sendirinya.
Anisa mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi anak ketika menjadi pelaku bullying sebagai berikut:
- Ingin menunjukkan suprioritasnya kepada anak-anak lain.
- Mendapatkan contoh dari orang lain tentang perilaku kekerasan.
- Kurangnya toleransi terhadap perbedaan.
- Kurangnya sikap empati kepada anak-anak yang lebih inferior.
- Kurangnya pengawasan dari orang-orang dewasa atau lembaga terkait.
- Tontonan tentang kekerasan yang ditelan mentah-mentah tanpa penjelasan dari orang dewasa.
- Pernah menjadi korban perundungan, lalu ingin melakukan pembalasan kepada orang lain untuk kepuasan.
Menurut Anisa kasus bullying bisa dihindarkan apabila kita sebagai orang dewasa peka dan mau mengajarkan life skill kepada para anak-anaknya.
"Semua ini menjadi pengingat bagi kita, untuk mengajarkan life skill kepada anak-anak, agar bisa berinteraksi dengan baik di lingkungannya," tutup Anisa.
4 Rekomendasi Susu Penggemuk Badan Anak yang Bisa Bikin Si Kecil Lebih Gemuk dan Sehat
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Shinta Dwi Ayu |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR