Nakita.id – Jika Moms adalah penggemar berat makanan manis, maka menambahkan pemanis lebih banyak ke makanan dan minuman adalah hal yang normal.
Dengan menambahkan pemanis tambahan tentu akan memperbaiki rasa yang tadinya hambar.
Entah itu gula, madu, atau pemanis lainnya yang tersedia.
Seperti saat memakan roti, rasanya ada yang kurang bila tidak ditambahkan dengan selai atau madu.
Demikian juga bila minum kopi yang notabene rasanya pahit, Moms sengaja menambahkan lebih banyak gula.
Hal ini sebenarnya sah-sah saja, dan tidak berbahaya. Bahkan dalam beberapa kasus, pemanis justru dapat membantu kesehatan.
Hanya saja perlu diperhatikan jenis pemanis apa yang digunakan.
Pasalnya beberapa diantaranya mengandung lebih banyak bahan kimia daripada yang lain.
Dilansir dari Eat This, ada dua jenis pemanis yang harus dihindari jika tidak ingin memiliki lemak perut.
1. Gula halus
Gula halus, juga dikenal sebagai gula meja, berasal dari tebu atau bit gula, yang diproses untuk mengekstrak gulanya.
Menurut Cleveland Clinic, gula meja tinggi kalori dan tidak memberikan manfaat nutrisi, yang berarti hanya menambahkannya ke dalam makanan untuk tujuan rasa.
Pada beberapa minuman manis, mereka mengandung sekitar 40 gram gula tambahan per porsi.
Sementara itu, American Heart Association merekomendasikan untuk membatasi gula tambahan hingga 25 gram per hari untuk wanita dan anak-anak di atas usia 2 tahun.
Minuman dengan gula rafinasi ini sudah memaksimalkan asupan gula harian yang rekomendasikan.
Semakin banyak gula yang tidak perlu dikonsumsi, semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan lemak perut. Adanya lemak perut datang risiko lebih tinggi menjadi gemuk.
Menurut University of Texas MD Anderson Cancer Center, makan terlalu banyak gula rafinasi juga dapat menyebabkan tubuh mengalami lonjakan gula.
Pada akhirnya hal ini hanya akan berkontribusi pada penambahan berat badan dan masalah lain seperti diabetes dan penyakit jantung.
2. Sirup jagung tinggi fruktusa
Menurut Brittany Dunn, MS, RDN, CD, mengatakan, sirup jagung fruktosa tinggi pada awalnya dianggap sebagai alternatif yang bagus untuk penderita diabetes karena indeks glikemiknya yang rendah. Namun, itu hanya bisa diproses di hati.
Dunn mengatakan sirup jagung fruktosa tinggi memicu produksi lemak-kolesterol, dan trigliserida.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sirup jagung fruktosa tinggi meningkatkan nafsu makan lebih dari gula tambahan tradisional. Dunn menambahkan bahwa gula biasa diproses di usus dan dipecah menjadi glukosa.
Hal ini menyebabkan gula darah meningkat yang kemudian melepaskan insulin dan leptin. Pada gilirannnya otak menerima pesan ini dan memberikan intsruksi rasa kenyang.
Karena sirup jagung fruktosa tinggi diproses di hati, langkah-langkah ini dilewati. Oleh karena itu, otak tidak menerima pesan yang sama yang mengatakan bahwa tubuh telah cukup mengonsumsi energi dari makanan.
Masalah lain dengan sirup jagung fruktosa tinggi adalah dapat berdampak negatif pada mikrobioma usus dan menyebabkan usus bocor. Kondisi ini meningkatkan risiko obesitas, peradangan, dan resistensi insulin.
Jika mencari alternatif yang manis tapi lebih sehat, Dunn mengatakan fruktosa alami, seperti yang ditemukan dalam buah, tidak memiliki efek yang sama seperti sirup jagung fruktosa tinggi.
Mengganti buah juga membantu tubuh mendapatkan asupan serat dan vitamin, sekaligus menjaga berat badan yang sehat.
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
Penulis | : | Syifa Amalia |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR