Hal ini diatur dalam Pasal 82 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan berikut:
1. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
2. Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Penjelasan Pasal 82 ayat (1) UU Ketenagakerjaan kemudian menjelaskan bahwa lamanya istirahat dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan.
Jadi, sebagaimana dijelaskan dasar untuk menentukan dapat/tidaknya seorang karyawan menggunakan izin sakit adalah ada/tidaknya keterangan dokter yang menyatakan bahwa karyawan yang bersangkutan sedang sakit.
Sedangkan, izin istirahat dengan perhitungan atau surat keterangan dokter kandungan atau bidan hanya ditujukan untuk pekerja/buruh perempuan yang melahirkan atau keguguran.
Dasar untuk menentukan dapat/tidaknya menggunakan izin istirahat ini adalah perhitungan atau dengan surat keterangan dari dokter kandungan atau bidan.
Jika sudah mendapatkan surat keterangan sakit dari pihak yang ditunjuk, seperti klinik dan puskesmas, Moms cek dulu data dirinya.
Karena bisa saja ada yang salah di sana.
Kemudian berikanlah pada atasan atau HRD sebagai pemberitahuan Moms ambil cuti sakit.
Dengan begitu Moms tidak dihitung bolos kerja.
Baca Juga: Program Bidan Cegah Stunting, Dilakukan Sejak di Awal Kehamilan dan Setelah Anak Lahir
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR