Nakita.id - Surat keterangan sakit hanya bisa didapatkan jika Moms sudah berobat ke klinik atau puskesmas.
Bagaimana jika Moms hanya berobat ke bidan untuk konsultasi kehamilan tapi malah diminta untuk istirahat dan cuti bekerja?
Apakah sah surat izin sakit dari bidan? Simak selengkapnya di sini.
Moms membuat surat keterangan sakit agar Moms bisa istirahat total di rumah, tanpa harus bekerja.
Surat ini dikeluarkan langsung dari klink atau puskesmas, tergantung periksanya kemana.
Lamanya waktu istirahat yang diberikan oleh dokter akan berbeda, tergantung keparahan penyakit yang diketahui melalui hasil pemeriksaan.
Sebelum mendapatkan surat keterangan sakit, Moms akan diperiksa terlebih dahulu.
Pemeriksaan diawali dengan wawancara medis terkait gejala yang dirasakan, pengukuran suhu badan, serta melihat keadaan secara keseluruhan.
Dengan pemeriksaan tersebut, dokter nantinya bisa mendeskripsikan kondisi kesehatan Moms di dalam surat sakit.
Tanpa adanya pemeriksaan, Moms tidak bisa mendapatkan surat keterangan sakit.
Sebab, baik di rumah sakit atau klinik, pengeluaran surat keterangan sakit harus disertai dengan kondisi pasien yang sebenar-benarnya.
Baca Juga: Moms Berikut Prosedur Periksa Kehamilan di Bidan dengan BPJS, Gratis!
Selain itu, syarat buat surat keterangan sakit juga mesti melihat kapabilitas dan keadaan pasien dari sudut pandang dokter.
Selain klinik dan puskesmas, sebenarnya bidan juga bisa mengeluarkan surat keterangan sakit.
Karena terkadang ada hal-hal tertentu yang sifatnya darurat dan bidan harus mengeluarkan surat keterangan sakit untuk pasien yang datang ke sana.
Misalnya untuk ibu hamil yang setiap bulan kontrol kehamilan.
Ketika bidan melihat ada beberapa hal yang membuat ibu hamil wajib istirahat di rumah, bidan harus mengeluarkan surat tersebut.
Karena sifatnya darurat, Moms tetap bisa menggunakannya untuk izin ke kantor.
Tapi asal Moms tahu jika mengacu pada aturan dari Menteri Ketenagakerjaan, hanya surat keterangan sakit dari dokter yang sah untuk izin kerja.
Pengecualian untuk ibu hamil yang sebentar lagi melahirkan, biasanya langsung dari bidan yang mengeluarkan.
Begini aturannya:
Perlu dipahami bahwa yang dimaksud pekerja/buruh sakit dapat dilihat dalam Penjelasan Pasal 93 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) adalah sakit menurut keterangan dokter.
Kemudian, bagi pekerja/buruh perempuan juga diatur mengenai istirahat yang dapat diperoleh menurut perhitungan atau keterangan dari dokter kandungan atau bidan.
Hal ini diatur dalam Pasal 82 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan berikut:
1. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
2. Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Penjelasan Pasal 82 ayat (1) UU Ketenagakerjaan kemudian menjelaskan bahwa lamanya istirahat dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan.
Jadi, sebagaimana dijelaskan dasar untuk menentukan dapat/tidaknya seorang karyawan menggunakan izin sakit adalah ada/tidaknya keterangan dokter yang menyatakan bahwa karyawan yang bersangkutan sedang sakit.
Sedangkan, izin istirahat dengan perhitungan atau surat keterangan dokter kandungan atau bidan hanya ditujukan untuk pekerja/buruh perempuan yang melahirkan atau keguguran.
Dasar untuk menentukan dapat/tidaknya menggunakan izin istirahat ini adalah perhitungan atau dengan surat keterangan dari dokter kandungan atau bidan.
Jika sudah mendapatkan surat keterangan sakit dari pihak yang ditunjuk, seperti klinik dan puskesmas, Moms cek dulu data dirinya.
Karena bisa saja ada yang salah di sana.
Kemudian berikanlah pada atasan atau HRD sebagai pemberitahuan Moms ambil cuti sakit.
Dengan begitu Moms tidak dihitung bolos kerja.
Baca Juga: Program Bidan Cegah Stunting, Dilakukan Sejak di Awal Kehamilan dan Setelah Anak Lahir
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR