Nakita.id - Lesti Kejora alami KDRT oleh suaminya Rizky Billar. Begini langkah awal yang tepat bagi korban KDRT agar selamat.
Baik istri ataupun suami, ternyata tak banyak yang tahu apa langkah awal yang tepat bagi korban KDRT yang bisa dilakukan.
Untuk itu, yuk simak informasi berikut terkait beberapa langkah awal yang tepat bagi korban KDRT di sini.
Sebelum Lesti Kejora dan Rizky Billar, sebenarnya sudah ada banyak sekali kasus KDRT di Indonesia.
Bahkan, hal ini sudah dibuktikan berdasarkan data Kementerian PPPA, dimana jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan periode 1 Januari 2022 hingga 21 Februari 2022 tercatat sebanyak 1.411 kasus.
Kemudian, sepanjang tahun 2021, terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dengan jumlah korban 10.368 orang. Angka ini sudah termasuk kasus KDRT, Moms dan Dads.
Meski dianggap wajar bagi sebagian pasangan, tindakan KDRT ini merupakan tindakan yang tidak benar.
Hal ini pun ditegaskan oleh Ni Made Diah Ayu Anggreni, M.Psi, Psikolog Klinis, psikolog di Personal Growth.
"Apapun alasannya, KDRT bukan perilaku yang dibenarkan untuk menyelesaikan masalah atau untuk yang lainnya. Ini adalah tindakan yang tidak benar," tegas Ayu saat diwawancarai Nakita pada Rabu (5/10/2022).
Maka dari itu, jika Moms atau Dads menjadi korban KDRT, penting sekali untuk mengetahui apa saja langkah awal yang perlu dilakukan agar selamat.
Yuk, kita simak beberapa tipsnya menurut ahli berikut ini!
Ayu menyampaikan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membicarakan masalah KDRT yang dialami ke orang lain.
“Kita harus mencari bantuan ke orang lain, karena prioritasnya adalah keselamatan kita,” kata Ayu.
“Jadi, kita harus ngomong ke orang lain yang kita percayai,” lanjutnya berpesan.
Bahkan, lanjut Ayu, setidaknya terbuka saja dulu pada masalahnya.
“Kalau misalnya memang bingung mencari bantuan dan segala macam, coba saja dulu untuk menyampaikan masalahnya seperti apa,” jelasnya.
Kemudian setelah itu, baik Moms atau Dads mungkin bisa menjadikan orang tersebut sebagai salah satu panggilan darurat.
“Kalau misalnya memang terjadi apa-apa, hubungi orang itu, karena kita ngomongnya ini secara fisik. Sudah parah dan sudah sampai mengancam keselamatan,” pesan Ayu.
“Kita harus memprioritaskan diri sendiri. Kitanya jangan memikirkan orang lain atau anak-anak. Atau, takut nanti dianggap stigma, takut dilihat negatif sama orang lain. Harus memprioritaskan diri sendiri,” katanya dengan tegas.
Sekali tindakan KDRT tersebut sudah mengancam keselamatan, Ayu kembali menegaskan untuk tidak ragu dan takut menghubungi orang lain.
“Kalau bisa yang terdekat secara lokasi, karena kita enggak pernah tahu lokasi terjadinya KDRT itu di mana. Misalnya kalau di rumah, kita bisa minta bantuan tetangga,” terang Ayu.
Moms dan Dads harus tahu, ternyata sampai saat ini, masih banyak korban KDRT yang enggan melaporkan adanya kasus dalam rumah tangganya.
Ayu pun menjabarkan beberapa alasannya sebagai berikut.
Alasan pertama adalah kemungkinan korban merasa malu untuk melaporkannya.
“Merasa malu pada keluarga dan lingkungan sekitar, karena sampai sekarang masih agak tabu ya untuk masalah kekerasan ini. Jadi, mereka masih merasa malu, enggan, takut untuk menceritakan kepada orang terdekatnya,” ungkap Ayu.
Tak hanya itu. Ayu juga menyampaikan bahwa ada suatu pandangan agama yang menyebut bahwa aib rumah tangga itu tidak boleh diceritakan.
“Itu yang membuat mereka menahan diri untuk menceritakannya kepada orang lain,” katanya.
Menurut Ayu, meski mengalami kekerasan, sebetulnya korban masih mengalami ketergantungan pada pelaku.
“Misalnya secara finansial atau ekonomi,” sebutnya.
“Kalau misalnya dilaporkan, dia akan kehilangan tempat bergantung. Jadi, mau enggak mau dia bertahan dalam situasi tersebut,” terang Ayu.
Alasan berikutnya adalah masih adanya rasa cinta dan sayang terhadap pelaku.
“Makanya dia mungkin berpikir kalau dia (pelaku) ini masih ada harapan untuk berubah,” ungkap Ayu.
Baca Juga: Beragam Dampak KDRT Terhadap Korban yang Wajib Diketahui Menurut Psikolog, Jangan Disepelekan!
Meski begitu, Ayu dengan tegas mengingatkan untuk tidak terlalu terpaku pada harapan palsu.
“Kalau dia (pelaku) mau ada perubahan, harus ada intervensi. Harus ada perubahan yang dilakukan,” pesannya.
Alasan korban KDRT enggan melaporkan kasus yang berikutnya adalah kurang support system dari orang-orang terdekat.
“Dari keluarga kurang, dari teman-teman kurang,” ucap Ayu.
“Sehingga, dia tidak memiliki wadah untuk bercerita, untuk menyampaikan seperti apa kondisi yang dialaminya,” lanjutnya menyampaikan.
Alasan lainnya adalah pasutri tersebut memiliki anak.
“Jadi, terkadang korban juga berpikir tentang nasib anak-anaknya (apabila tindakan KDRT dilaporkan),” terang Ayu.
Terakhir adalah dari sisi hukumnya, Moms dan Dads.
“Mungkin juga kinerja dari penegak hukum dan/atau birokrasinya yang panjang,” sebut Ayu.
“Sehingga, itu bisa jadi salah satu faktor juga kenapa korban enggan melaporkan (kasus KDRT),” jelas Ayu.
Untuk melihat kembali apa saja langkah awal yang tepat bagi korban KDRT agar selamat, cek halaman 2. (*)
Baca Juga: Masih Marak Terjadi di Indonesia Sampai Sekarang, Pahami 3 Faktor Penyebab KDRT pada Pasutri
Gift The Superpower of Play Bersama Karakter Terbaru dari Lego Brand, Cataclaws
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR