Nakita.id - Anak adalah titipan Tuhan yang harus dirawat dan diberikan pendidikan dengan kasih sayang.
Namun faktanya, kasus kekerasan terhadap anak semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Dampak yang dirasakan anak mulai dari luka fisik ringan sampai dengan kematian, gangguan psikologis, hingga bunuh diri.
Untuk itu, pemerintah Indonesia gencar berkomitmen dalam penghapusan kekerasan terhadap anak.
Bahkan, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B ayat (2) menegaskan, "Setiap anak berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi".
Komitmen ini selanjutnya direalisasikan dengan berbagai kebijakan, program dan kegiatan serta dikuatkan dengan Peraturan Presiden Nomor 101 tahun 2022 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak.
Isi Peraturan Presiden yang ditetapkan ada tujuh strategi dalam penghapusan kekerasan terhadap anak, diantaranya:
(i) penyediaan kebijakan, pelaksanaan regulasi, dan penegakan hukum;
(ii) penguatan norma dan nilai anti kekerasan;
(iii) penciptaan lingkungan yang aman dari kekerasan;
(iv) peningkatan kualitas pengasuhan dan ketersediaan dukungan bagi orang tua/pengasuh;
Baca Juga: Dampak yang Ditimbulkan dari Kekerasan Terhadap Anak, Jangan Dianggap Remeh Bisa Berakibat Fatal
(v) pemberdayaan ekonomi keluarga rentan;
(vi) ketersediaan dan akses layanan terintegrasi; dan
(vii) pendidikan kecakapan hidup untuk ketahanan diri anak.
Peraturan Presiden ini sebagai acuan para pihak dalam menyelenggarakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Anak.
Sebagai lembaga masyarakat yang berkegiatan untuk kesejahteraan anak sejak 1979, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) menyelenggarakan webinar pada Senin pagi (17/7/2023).
Adapun topik yang diangkat adalah "Advokasi Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak pada bulan Agustus 2022".
Webinar ini diselenggarakan sebagai tindak lanjut YKAI akan diskusi dalam rangka membumikan strategi ketujuh, yakni pendidikan kecakapan hidup untuk ketahanan diri anak.
Webinar ini pula menghadirkan narasumber-narasumber seperti:
- Nahar, SH, M.Si (Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak)
- Fauzia Firdanisa (UNICEF Indonesia)
- Prof. Dr. Emy Susanti, MA (Guru Besar Studi Gender dan Inklusi Sosial Universitas Airlangga; YKAI Jawa Timur)
Berdasarkan pemaparan materi oleh Nahar, SH, M.Si, jumlah korban anak yang mengalami kekerasan periode Januari-April 2023 mencapai 4.245 kasus.
Dengan rincian, 3.452 korban anak perempuan dan 1.147 korban anak laki-laki.
Jumlah korban anak tertinggi menurut jenis kekerasan adalah 2.518 korban, untuk jenis kekerasan seksual.
Kemudian, diikuti oleh jenis kekerasan psikis (1.083 korban), fisik (898 korban), lainnya (580 korban), penelantaran (340 kasus), eksploitasi (61 kasus), dan TPPO (35 kasus).
Menurut Nahar, dampak dari kekerasan anak tidak hanya berhenti pada pennyitas saja, tetapi juga keluarga, lingkungan sosial, generasi selanjutnya, bahkan negara.
"Studi di wilayah Asia Timur dan Pasifik menyebutkan bahwa penanganan kekerasan anak menghabiskan 3 sampai 4 persen PDB tiap negara per tahunnya," ungkap Nahar.
Dampaknya sendiri terbagi menjadi tiga kelompok, mulai dari fisik, psikis, hingga sosial anak.
Dampak fisik yang terjadi adalah hilangnya fungsi reproduksi, penyakit menular, luka berat, serta meninggal dunia.
Kemudian, dampak psikis yang terjadi adalah sulit mengendalikan emosi, gangguan mental, kepercayaan diri yang rendah, keinginan untuk menyakiti diri, juga keinginan untuk mengakhiri hidup.
Sementara, dampak sosial yang terjadi adalah muncul rasa takut penolakan, susah percaya dengan orang lain, dan susah berempati.
Maka dari itu, mewakili Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KEMENPPPA), Nahar menyampaikan lima arahan utama dari presiden untuk pembangunan SDM yang berkualitas dan berdaya saing.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan Pemberdayaan Perempuan dalam Kewirausahaan yang Berperspektif Gender
2. Peningkatan Peran Ibu dan Keluarga dalam Pendidikan/Pengasuhan Anak
3. Penurunan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
4. Penurunan Pekerja Anak
5. Pencegahan Perkawinan Anak
Hal ini tentu menjadi agenda pembangunan negara, dengan strategi perwujudan Indonesia layak anak melalui penguatan sistem perlindungan anak yang responsif terhadap keragaman dan karakteristik wilayah untuk memastikan anak menikmati haknya.
Sehingga, pada tahun 2030 mendatang, Indonesia bisa bebas kekerasan terhadap anak.
Bahkan tentunya, dapat mendorong anak menjadi generasi emas berikutnya untuk memimpin bangsa dan negara.
Nah, itu dia Moms kondisi kasus kekerasan anak di Indonesia dan dampaknya.
Jangan sampai hal itu terjadi pada Si Kecil ya, Moms!
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR