Nakita.id - Mitos atau fakta, ibu menyusui harus buang ASI saat masuk angin?
Mungkin Moms pernah mendengar mitos menyusui diatas, dimana ibu menyusui harus buang ASI saat masuk angin.
Pasalnya, mereka percaya jika bayi minum ASI dari ibu menyusui yang masuk angin, maka bayi bisa kembung dan akhirnya masuk angin.
Lantas, benarkah mitos menyusui tersebut? Yuk, simak penjelasan berikut ini.
Pada dasarnya, dalam kondisi apapun, ASI akan selalu baik dikonsumsi untuk bayi.
Baik itu saat ibu menyusui sedang sehat atau sedang sakit.
Moms harus ingat, ASI memiliki manfaat yang sangat bagus untuk tumbuh kembang bayi.
Termasuk, dapat membantu membentuk sistem imunitas tubuh pada bayi sejak sesudah lahir.
Maka, dapat disimpulkan bahwa anggapan terkait ibu menyusui harus buang ASI saat masuk angin justru hanyalah mitos belaka.
Tetaplah menyusui Si Kecil agar kebutuhan nutrisinya untuk tumbuh kembang tetap terpenuhi setiap harinya.
Meski begitu, Moms harus ingat bahwa ada beberapa kondisi dimana Moms tidak dapat memberikan ASI untuk bayi sehingga harus diberikan susu formula.
Baca Juga: Mitos vs Fakta, Payudara Ibu Menyusui yang Kempes Berarti ASI Kosong?
Hal ini telah dipaparkan di dokumen yang dikeluarkan WHO dan UNICEF, yakni Alasan Medis Penggunaan Pengganti ASI.
Mengutip dokumen tersebut dari Nakita (24/8/2023), berikut pemaparan selengkapnya.
a. Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghindaran menyusui secara permanen:
- Infeksi HIV: jika pengganti menyusui dapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan, dan aman (AFASS).
b. Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghentian menyusui untuk sementara waktu:
- Penyakit parah yang menghalangi seorang ibu merawat bayi, misalnya sepsis.
- Virus Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1): kontak langsung antara luka pada payudara ibu dan mulut bayi sebaiknya dihindari sampai semua lesi aktif telah diterapi hingga tuntas.
- Pengobatan ibu:
• Obat-obatan psikoterapi jenis penenang, obat anti-epilepsi dan opioid dan kombinasinya dapat menyebabkan efek samping. Misalnya seperti mengantuk dan depresi pernapasan dan lebih baik dihindari jika alternatif yang lebih aman tersedia;
• Radioaktif iodin-131 lebih baik dihindari mengingat bahwa alternatif yang lebih aman tersedia - seorang ibu dapat melanjutkan menyusui sekitar dua bulan setelah menerima zat ini;
• Penggunaan yodium atau yodofor topikal (misalnya povidone-iodine) secara berlebihan, terutama pada luka terbuka atau membran mukosa, dapat menyebabkan penekanan hormon tiroid atau kelainan elektrolit pada bayi yang mendapat ASI dan harus dihindari;
Baca Juga: Daftar Mitos Pantangan Makanan untuk Ibu Menyusui yang Masih Dipercaya, Ternyata Begini Faktanya
• Sitotoksik kemoterapi mensyaratkan bahwa seorang ibu harus berhenti menyusui selama terapi.
c. Kondisi ibu yang masih dapat melanjutkan menyusui, walaupun mungkin terdapat masalah kesehatan yang menjadi perhatian:
- Abses payudara: menyusui harus dilanjutkan pada payudara yang tidak terkena abses; menyusui dari payudara yang terkena dapat dilanjutkan setelah perawatan mulai.
- Hepatitis B: bayi harus diberi vaksin hepatitis B, dalam waktu 48 jam pertama atau sesegera mungkin sesudahnya.
- Hepatitis C.
- Mastitis: bila menyusui sangat menyakitkan, susu harus dikeluarkan untuk mencegah progresivitas penyakit.
- Tuberkulosis: ibu dan bayi harus diterapi sesuai dengan pedoman tuberkulosis nasional.
- Penggunaan zat:
• Penggunaan nikotin, alkohol, ekstasi, amfetamin, kokain, dan stimulan sejenis oleh ibu telah terbukti memiliki efek berbahaya pada bayi yang disusui;
• Alkohol, opioid, benzodiazepin dan ganja dapat menyebabkan sedasi pada ibu dan bayi.
Ibu harus didorong untuk tidak menggunakan zat-zat tersebut, dan diberi kesempatan dan dukungan untuk tidak lagi terlibat di dalamnya.
Baca Juga: Mitos vs Fakta, Ibu Menyusui Minum Es Bisa Sebabkan ASI Dingin?
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR