Nakita.id – Saat stress dan emosi, tak sedikit orang yang melampiaskannya pada makanan, alias makan banyak tanpa perlu berpikir.
Sebagian orang percaya kebiasaan ini merupakan jalan yang benar, atau paling cepat meredakan stress dan amarah.
Tapi benarkah demikian?
BACA JUGA :Ini Caranya Moms, Redam Stres Tanpa Pelampiasan ke Makanan
Pelampiasan makan saat stress dikenal dengan istilah emotional eating, yaitu kecenderungan penderita untuk merespon stres, perasaan tetekan dengan makan, bahkan ketika tidak mengalami rasa lapar fisik sekalipun.
Emotional eating atau rasa lapar emosional sering kali mengonsumsi makanan tinggi kalori atau karbohidrat yang memiliki nilai gizi minimal.
Makanan yang sering diinginkan oleh penderitanya dapat dikatakan sebagai makanan yang menenangkan, seperti es krim, kue, cokelat, keripik, kentang goreng, dan pizza.
Sekitar 40% orang cenderung makan lebih banyak ketika stres, sementara sekitar 40% makan lebih sedikit dan 20% tidak mengalami perubahan dalam jumlah makanan yang mereka makan ketika terkena stres.
Karena penderitanya cenderung mengonsumsi makanan tidak sehat, tentu saja perilaku ini berisiko terhadap kesehatan, diabetes, obesitas, penyakit jantung, dan penambahan berat badan.
Apa saja tanda-tanda peringatan dari emotional eating?
Tanda-tanda peringatan untuk emotional eating termasuk kecenderungan untuk merasa lapar secara intens dan tiba-tiba, daripada secara bertahap seperti saat kebutuhan fisik makan yang disebabkan oleh perut kosong.
Penderita emotional eating cenderung mendambakan makanan junkfood atau tinggi lemak daripada mencari makan sehat nan seimbang.
Perasaan tersebut dipicu stres atau emosi yang tidak menyenangkan, seperti kebosanan, kesedihan, kemarahan, rasa bersalah, atau frustrasi.
Tanda-tanda lain dari emotional eating adalah penderita mungkin merasakan kurangnya kontrol saat makan dan sering merasa bersalah atas apa yang telah mereka makan.
Selain itu, pada beberapa kasus, penderita yang tidak sadar akan kondisi ini, sudah terkena penyakit diabetes, jantung, dan lain sebagainya.
Jika demikian, kondisi buruk ini harus segera dihentikan.
Bagaimana mengatasi emotional eating?
BACA JUGA :Mengapa Syahrini Selalu Bersuara Manja? Ternyata Masa Kecilnya Seperti Ini!
Sejumlah profesional kesehatan mengevaluasi dan memperlakukan emotional eating, dan melihat hubungannya dengan berat badan.
Karena gejala ini dapat terjadi hampir setiap saat sepanjang rentang kehidupan, semua orang dari dokter anak, praktisi keluarga, dan dokter perawatan lainnya dapat mengatasi masalah ini.
Perawat, praktisi perawat, dan asisten dokter mungkin terlibat dalam merawat penderita emotional eating.
Pada kasus yang lebih parah, para profesional kesehatan mental juga terlibat dan menangani penderita emotional eating, ini termasuk psikiater, psikolog klinis, pekerja sosial, dan konselor berlisensi.
Bagaimana dokter atau psikiater mendiagnosis emotional eating?
Diagnosis emotional eating dilakukan setelah terlebih dahulu memastikan, bahwa penderita telah melakukan pemeriksaan fisik dan praktikum.
BACA JUGA :Mengajarkan Si Kecil Mengikat Tali Sepatu Baik Untuk Tumbuh Kembangnya
Tujuannya untuk memastikan bahwa gejala tersebut bukan bagian dari beberapa kondisi genetik atau medis lainnya seperti 'sindrom Prader-Willi'.
Sebagai bagian dari aspek kesehatan mental dari pemeriksaan, pasien diberikan serangkaian pertanyaan dari kuesioner standar atau tes diri untuk membantu mendeteksi emotional eating.
Penjelajahan menyeluruh terhadap setiap riwayat gejala kesehatan mental akan dilakukan sedemikian rupa, sehingga makan emosional dapat dibedakan dari gangguan makan lainnya seperti bulimia, pesta makan, atau pica.
Seorang ahli kesehatan mental juga akan mengeksplorasi apakah ada bentuk penyakit mental lain yang hadir.
BACA JUGA :Selain Lezat, Daftar Makanan Ini Mengenyangkan dan Bergizi, Cocok untuk Sarapan!
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
KOMENTAR