Nakita.id - Kasus bunuh diri satu keluarga Fransiskus Xaverius Ong alias FX Ong di Palembang masih menjadi perbincangan hangat.
Kematian satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan dua anak serta melibatkan dua ekor anjing kesayangan ini menimbulkan banyak pertanyaan.
Orang ketiga, perceraian, percekcokan yang berlarut hingga hak asuh anak sempat menjadi dugaan penyebab satu keluarga FX Ong bunuh diri.
Baca Juga : Satu Keluarga di Samosir Tewas, Suami Diduga Mabuk Lalu Bunuh Istri Hamil dan 2 Balita!
Dalam kasus ini FX Ong sebagai kepala keluarga menjadi pelaku yang telah membunuh keluarganya lalu bunuh diri.
Dikabarkan sebelumnya, hasil olah TKP mengungkap FX Ong telah mempersiapkan aksi bunuh dirinya secara matang.
Ia mematikan semua CCTV, memberikan hewan peliharaan ke rekan terdekat hingga membagi sebagian harta kekayaannya.
Baca Juga : Hasil Studi: Posisi Tidur Terlentang Tetap Paling Aman Untuk Bayi
Alur pembunuhannya berawal dari kedua anaknya yang ditembak saat tertidur pula lalu terakhir istrinya setelah ia menuliskan pesan perpisahan di secarik kertas.
Aksi FX Ong membunuh keluarganya lalu bunuh diri sendiri sungguh tak pernah diperkirakan oleh asisten rumah tangganya.
Sarah dan Dewi, asisten rumah tangga FX Ong tak melihat gelagat yang aneh pada malam kejadian.
Baca Juga : Maia Estianty Dikabarkan Segera Menikah di New York, Begini Kata Pihaknya!
Mereka hanya terheran ketika FX Ong tiba-tiba memberi sejumlah uang dan perhiasan di malam kejadian.
Begitu pula keterangan tetangganya, Firmansyah yang sempat bertegur sapa dan tak melihat ada gerak-gerik aneh dari FX Ong.
"Orangnya memang supel, malam itu kamu masih tegur sapa tidak ada yang aneh," ujar Firmansyah.
Kasus bunuh diri seperti FX Ong yang juga membunuh anggota keluarganya ini bukan pertama kalinya.
Bahkan belum selesai dari kasus FX Ong, satu keluarga di Samosir juga tewas mengenaskan diduga karena dibunuh suami yang ikut bunuh diri.
Peristiwa seperti ini cukup meresahkan dan mungkin saja masih akan terjadi jika tak ada seorang yang mampu melihat gerak-gerik orang ingin bunuh diri serta tak ada yang mencegah.
Baca Juga : 5 Fakta Clara Sosa, Miss Grand International 2018 yang Pingsan di Panggung!
Data dari WHO Preventing Suicide Global Imperative Report (2014), pda 2012 ada 9105 orang bunuh diri terdiri dari 5206 wanita dan 3900 pria.
Melansir dari Healthline yang dikutip Kompas.com, tidak ada alasan tunggal mengapa seseorang mencoba untuk bunuh diri atau menghilangkan nyawanya sendiri.
Tetapi, faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan risiko. Seseorang mungkin lebih mungkin berusaha bunuh diri, jika mereka memiliki gangguan kesehatan mental.
Sekitar 90% orang yang bunuh diri memiliki gangguan mental atau psikologis.
Baca Juga : Seorang Ayah Dipenjara Setelah Berikan Minuman Ini Pada 2 Anaknya
Beberapa literatur ilmiah menyebutkan, faktor genetik juga memiliki peran dalam kecenderungan seseorang menyakiti atau membunuh dirinya sendiri.
Namun, kondisi lingkungan berperan lebih banyak dalam ekspresi gen tersebut.
Akhirnya, lagi-lagi kondisi psikososial kita juga lah yang berperan besar dalam memprediksi kemunculan perilaku bunuh diri.
Contoh, Ibu X sudah memiliki riwayat percobaan bunuh diri dan akhirnya meninggal bunuh diri di saat anaknya masih kecil.
Baca Juga : Berita Kesehatan: Salad Bagus Untuk Diet? Hitung Dulu Kandungan Kalori dan Nutrisinya
“Asumsinya, si anak memiliki gen si ibu. Tapi, jika kondisi psikososial si anak ini sehat dan tidak memberikan tekanan yang hebat, si anak tidak akan memiliki kecenderungan bunuh diri," kata Benny Prawira, psikolog pendiri Into the Light Indonesia, Gerakan Remaja Peduli Kesehatan Jiwa dan Pencegahan Bunuh Diri di Indonesia.
Penyebab bunuh diri tidak bisa dilihat hanya satu faktor saja, karena bersifat multikompleks.
Ada faktor biologis, psikologis dan sosial yang saling bertumpang tindih.
Baca Juga : Cara Lain Bakar Kalori Setara Jogging 15 Menit, Tontonlah Film Horor!
Faktor risiko secara psikologis yang secara umum dianggap dapat meningkatkan kemungkinan bunuh diri adalah depresi, keputusasaan, kesepian, perasaan menjadi beban, serta gangguan trauma atau penyalahgunaan zat.
Faktor risiko sosial bisa karena individu mengalami diskriminasi, marjinalisasi, dan stigmatisasi atas salah satu identitasnya, kesulitan finansial atas akses kesehatan jiwa, akses pelayanan kesehatan jiwa yang jauh jaraknya, dan lainnya.
Baca Juga : Studi: Peluang Hidup Pasien Jantung Wanita Lebih Tinggi Bila Ditangani Dokter Wanita!
Masih menurut Benny, orang yang berniat atau memiliki gagasan untuk bunuh diri, biasanya akan menunjukkan perubahan perilaku.
"Tadinya suka bergaul bersama kita tapi sekarang jadi murung dan menarik diri. Secara virtual, misalnya dia tiba-tiba keluar dari grup WA, foto profilnya berubah jadi hitam atau gelap, terbalik atau diganti dengan meme bernuansa depresif atau kematian," jelas Benny.(*)
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Source | : | Kompas.com,Healthline,nakita |
Penulis | : | Shevinna Putti Anggraeni |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR