Dampak Besar Sistem Baru Rujukan BPJS Berjenjang, Mempersulit Berbagai Pihak

By Shevinna Putti Anggraeni, Rabu, 3 Oktober 2018 | 14:32 WIB
Dampak sistem baru rujukan berjenjang BPJS, mempersulit banyak pihak (Kompas.com)

Nakita.id - Sejak 22 September 2018 lalu, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) memberlakukan aturan baru tentang rujukan berjenjang.

Masyarakat harus dirujuk ke rumah sakit tipe D dahulu sebelum ke rumah sakit tipe C, B dan A untuk berobat.

Aturan baru sistem rujukan BPJS ini bertujuan untuk mencegah defisit anggaran.

Baca Juga : Beli Kacamata Bisa 'Gratis' dengan BPJS Kesehatan, Catat Caranya Moms!

Alih-alih mampuh mencegah defisit anggaran, aturan baru sistem rujukan BPJS berjenjang ini justru mempersulit berbagai pihak, khususnya para pasien.

Perlu diketahui rumah sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah.

Rumah sakit kelas A ini menjadi rujukan tertinggi dari pasien BPJS Kesehatan.

Rumah sakit kelas B adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kedokteran medik spesialis luas dan subspesialis terbatas.

Baca Juga : Pengobatan Gangguan Kesehatan Mental Gratis oleh BPJS, Catat Caranya!

Lalu rumah sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran subsspesialis terbatas.

Dan rumah sakit kelas D adalah rumah sakit transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C.

Baca Juga : Catat Moms, Begini Cara Dapatkan Jaminan BPJS Bagi Bayi Baru Lahir

Sistem rujukan BPJS berjenjang persulit pasien

Melansir dari kantor berita Antara, Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Jawa Timur pun mengakui aturan rujukan baru BPJS ini mempersulit berbagai pihak.

Dodo Anondo, Ketua Persi Jatim berpendapat aturan baru sistem rujukan BPJS ini akan membuat penumpukan antrean di berbagai tempat pelayanan kesehatan.

Karena setiap pasien yang memerlukan rujukan ke rumah sakit akan ditujukan ke rumah sakit tipe D lebih dahulu.

Padahal sebelumnya pasien BPJS bebas memilih rumah sakit langganannya dan dekat dengan rumah tinggal.

"Dengan adanya mekanisme baru ini membuat pasien harus menempuh rujukan yang panjang. Ini seperti model layanan kesehatan model shopping," kata Dodo.

Baca Juga : Penjelasan BPJS Soal Isu Pembatasan Waktu Pasien Bertemu Dokter

Contohnya saja jika pasien bertempat tinggal di sekitar Jalan Klampis Surabaya, pasien tersebut tidak dapat dirujuk ke RS Haji yang paling dekat.

Karena RS Haji yang dekat dengan tempat tinggal pasien itu bukan kategori rumah sakit tipe D.

Jika pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit tipe D yang berada di bawah RS Haji bukan berarti tidak menimbulkan masalah lain.

Pasalnya pasien tersebut harus menjalani pemeriksaan medis sejak awal, karena ia tak memiliki rekam medis di rumah sakit rujukan yang baru.

Baca Juga : BPJS Percaya Ada 22 Obat Kanker Lain di Luar Trastuzumab, Apa Saja?

Baca Juga : Ikatan Dokter Indonesia Anggap 3 Peraturan Baru BPJS Kesehatan Ini, Rugikan Pasien dan Dokter

Rumah sakit swasta terancam sepi

Selain berdampak pada pasien, sistem baru rujukan BPJS ini juga berpengaruh pada operasional dan banyak obat tidak terpakai.

Kalau sudah demikian, pihak distributor obat pun akan mengunci pasokan obat di rumah sakit tersebut.

Dampak tersebut mungkin tak akan dirasakan rumah sakit yang dinaungi oleh pemerintah.

Tetapi, bagaimana dengan nasib rumah sakit swasta? Padahal rumah sakit tipe B hampir sebagian besar adalah milik swasta.

Baca Juga : Cara Deteksi Dini Katarak Dengan Metode LIHAT, Mudah dan Simpel!

Pelayanan kesehatan tidak maksimal

Melansir dari Kompas.com, Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini juga meminta Kementerian Kesehatan dan Direktur Utama BPJS meninjau ulang aturan rujukan berjenjang ini.

Pasalnya aturan rujukan baru pasien BPJS ini juga bisa berdampak pada pelayanan kesehatan yang tidak maksimal di puskesmas dan rumah sakit.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Febria Rahmanita, hal tersebut dipicu dengan membludaknya jumlah pasien di rumah sakit tertentu.

"Di Kota Surabaya jumlah rumah sakit tipe D hanya 9 unit, tipe C sebanyak 10 unit, tipe B ada 11 dan tipe A ada dua rumah sakit," kata Febria.

Setidaknya ada 100-400 orang berobat di puskesmas setiap harinya, dirata-rata 200 pasien yang berobat ke masing-masing dari 63 puskesmas di Surabaya.

"Itu artinya(akan ada) sekitar 12 ribu hingga 24 ribu pasien yang membutuhkan pelayanan pada fasilitas kesehatan tingkat satu," sambungnya.

Baca Juga : Sang Mama Diremehkan Karena Berobat Pakai BPJS, Selebgram D Kadoor Akan Labrak Pihak RS di Malang

Baca Juga : Ingat Bang Tigor di Sinetron Madun? Kini Bercerai Untuk Kedua Kalinya

Padahal jumlah tenaga dokter dan jenis pelayanan di rumah sakit tipe D sangat terbatas.

Ketua IDI Surabaya, Brahmana Askandar juga mengatakan kalau aturan rujukan berjenjang BPJS ini bisa memperlambat pelayanan medis.

Karena rumah sakit tipe D, C, B dan A di Surabaya masih belum merata.

Baca Juga : Ombudsman, Si Penemu Aneka Alasan Rumah Sakit Menolak Pasien BPJS

"Seperti rumah sakit tipe D lokasinya kan belum tersebar di Surabaya. Sehingga hal itu dapat berimbas memperlambat pelayanan medis. Otomatis kualitas pelayanan medis akan menurun," jelas Brahmana.

Jika mengambil contoh dari Kota Surabaya, ada sekitar 60 unit rumah sakit di daerah tersebut. Tetapi hanya 40 rumah sakit yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Karena itu, Kepala Dinkes Surabaya mengkhawatirkan rumah sakit tipe D dengan tenaga medis yang terbatas tidak mampu memberi pelayanan kesehatan yang maksimal pada pasien.

Lalu bagaimana dengan nasib pasien selanjutnya?

Baca Juga : Tak Ditanggung Semua, Ini Kriteria Gawat Darurat Menurut BPJS Kesehatan