Nakita.id - Labelling baik positif maupun negatif, akan memiliki dampak yang tidak bagus bagi Si Kecil.
Akibat terlalu sering menerima label bahkan bisa menyebabkan Si Kecil memiliki trauma akibat labelling.
Sebuah studi membuktikan, anak yang memiliki trauma labelling cenderung mendapat nilai jelek di sekolahnya.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Sering Dilakukan Tanpa Sengaja, Labelling Bisa Rusak Hubungan Ibu dan Anak
Ketika Moms melakukan labelling dengan mengatakan kalau Si Kecil bodoh misalnya, Moms tidak hanya menunjukkan kalau Si Kecil cenderung kurang pintar, tetapi juga menunjukkan pada intinya Si Kecil adalah anak yang bodoh.
Anggapan ‘cenderung kurang pintar’ dan pernyataan ‘anak bodoh’ adalah dua hal yang berbeda.
Setiap kali Moms mengatakan “bodoh” pada Si Kecil, Moms telah membiarkan Si Kecil menganggap itu sebagai bukti kalau ia adalah anak bodoh, dan bukan anak yang mungkin pintar namun kebetulan sedang sulit mengerti pelajaran.
Hal ini juga berlaku pada kata yang biasa digunakan untuk labelling seperti "cengeng", "anak pintar", atau "tukang ngompol".
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Tak Selamanya Memuji Itu Baik Loh, Ini Cara Tepat Memuji Anak
Melansir dari Psychology Today, pernyataan ini dieksplorasi dalam sebuah makalah dalam edisi Juni 2014 Journal of Personality and Social Psychology oleh David Yeager, Rebecca Johnson, Brian Spitzer, Kali Trzesniewski, Joseph Powers, dan Carol Dweck.
Penelitian ini melihat korelasi sederhana antara keyakinan dan stres pada siswa sekolah menengah selama tahun ajaran.
Pada awal tahun sekolah, siswa kelas sembilan diberikan kuesioner singkat tentang apakah mereka pikir kepribadian orang dapat berubah atau tidak.
Mereka juga diberi tes mengenai reaksi mereka terhadap pengucilan sosial, yang dikenal sebagai Cyberball.
Hasilnya, semakin banyak siswa yang percaya bahwa kepribadian dapat berubah, semakin sedikit pengaruh mereka dengan dikeluarkan dari Cyberball.
Selain itu, semakin banyak siswa percaya bahwa orang lain dapat berubah, semakin rendah stres mereka, semakin baik kesehatan mereka, dan semakin tinggi nilainya di akhir tahun.
Baca Juga : #LovingNotLabelling : Diberi Label Negatif Oleh Lingkungan, Seberapa Besar Dampaknya?
Hasil ini menimbulkan kemungkinan bila Si Kecil selalu dilatih untuk berpikir kalau karakteristik kepribadian dapat berubah, maka mereka mungkin lebih baik di sekolah.
Meskipun penelitian ini singkat, namun memiliki dampak yang signifikan dan bertahan cukup lama pada peserta.
Pada akhir tahun, mereka yang diberi pemahaman kalau kekurangan mereka bisa dirubah, mengalami lebih sedikit stres, lebih sedikit masalah kesehatan, dan memiliki nilai lebih tinggi.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Sederet Bahaya Melabel Anak, Salah Satunya Anak Miliki Perasaan Bersalah Seumur Hidup!
Bila dibandingkan, anak-anak yang cenderung sering dilabeli dan yakin kekurangan tersebut menggambarkan diri mereka sesungguhnya memiliki nilai lebih rendah di sekolah dan rentan terhadap masalah kesehatan bahkan stres.
Efek ini paling kuat bagi para siswa yang belum percaya bahwa kepribadian dapat berubah seiring waktu.
Analisis statistik menunjukkan jika meyakini bahwa kepribadian dapat berubah mengarah pada reaksi yang lebih kecil terhadap pengucilan sosial.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Kiat Agar Dampak Labelling Tak Berdampak Negatif
Bereaksi kurang kuat terhadap pengucilan sosial memiliki efek kaskade dari waktu ke waktu dan menurunkan tingkat stres sementara juga memiliki dampak positif pada kinerja di sekolah.
Studi-studi ini sesuai dengan semakin banyak bukti yang dikumpulkan oleh Carol Dweck dan rekan-rekannya yang menunjukkan bahwa keyakinan bahwa orang dapat berubah memiliki banyak manfaat.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Percaya Kata-kata Adalah Doa, Jadi Alasan Soraya Larasati Hindari Labelling Pada Anak
Siswa yang meyakini perilaku dan kinerja mereka sendiri dapat berubah bekerja lebih keras di sekolah untuk mengatasi kesulitan akademik.
Si Kecil yang percaya kalau orang lain dapat berubah cenderung bekerja lebih keras untuk mendapatkan kembali kepercayaan diri setelah mereka memiliki pengalaman buruk.
Pada akhirnya, penting untuk menyadari kalau Moms seharusnya tidak sepenuhnya mendefinisikan orang-orang dalam hidup, terutama Si Kecil dengan perilaku mereka saat ini.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Anak yang Emosinya Meledak-ledak Salah Satu Dampak Trauma Labelling
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR