Nakita.id - Surrogacy atau sewa rahim merupakan proses di mana pasangan suami istri meminjam rahim perempuan lain agar bisa memiliki anak.
Ada dengan cara membuahi rahim perempuan tersebut dengan sperma dari calon ayah, disebut dengan sewa rahim tradisional.
Ada juga sewa rahim gestasional atau IVF (in vitro fertilization), yaitu menggabungkan terlebih dahulu sel sperma dan sel telur pasangan suami-istri tersebut, lalu ditaruh ke dalam rahim perempuan yang sudah menyetujui untuk disewa rahimnya.
Praktik sewa rahim tidak bisa dilakukan sembarang perempuan.
BACA JUGA: Tren Home Decor Tahun 2018 Yang Cocok Untuk Millenials
Calon ibu yang nanti mengandung juga harus melewati beberapa proses agar meminimalisir risiko baik saat kehamilan maupun setelah melahirkan.
Namun, selain risiko kehamilan pada umumnya, seorang perempuan yang menyewa rahimnya terkadang mengalami tantangan emosional yang perlu dipertimbangkan.
Selama proses mengandung itu pun pada akhirnya ia tidak membawa pulang bayi yang ada di kandungannya selama 9 bulan.
Dikutip dari surrogate.com, risiko seperti depresi bisa terjadi selama dan setelah proses sewa rahim.
Meski ada perasaan bahagia untuk orangtua yang dituju, mungkin sebagai penyewa rahim akan merasakan sedih dan kehilangan bayi tersebut.
Riset dari Iranian Journal of Reproductive Medicine berjudul "Emotional experiences in surrogate mothers: A qualitative study" menjelaskan adanya perasaan tertentu yang dirasakan oleh perempuan yang mengandung janin pasangan lain.
BACA JUGA: Masih Ingat dengan Boboho? Ini Kabarnya Sekarang
Perasaan tersebut seperti khawatir janin di dalam kandungannya tidak normal atau kesehatannya tidak baik.
Mereka pun berupaya untuk tidak membentuk ikatan emosional dengan si bayi, mengetahui bayi tersebut bukanlah miliknya.
Ibu pengandung janin (surrogate mothers) juga khawatir akan hubungan mereka dengan suami, keluarga, kerabat, termasuk orangtua yang menghendaki anak di kandungannya tersebut.
Khawatir tentang kehidupan seksualnya, karena suaminya mengetahui bahwa bayi di dalam kandungan tersebut bukanlah milik mereka.
Dalam riset tersebut, para ibu pengandung janin merasa bingung dan khawatir bagaimana bercerita tentang kehamilannya kepada anggota keluarganya, karena mereka cenderung merahasiakannya.
Ibu pengandung janin pun menghadapi konsekuensi seperti pandangan dari segi agama dan sosial, serta masalah keuangan.
BACA JUGA: Begini Cara Memata-matai WhatsApp Pasangan. Moms dan Dads Berani Coba?
Permasalahan keuangan bisa disebabkan oleh pasangan yang sedang menggunakan jasa sewa rahim, tetapi tidak cukup mampu membiayai biaya tambahan yang dibutuhkan.
Sementara suami dari ibu pengandung janin di satu sisi enggan membayar biaya tersebut karena kembali lagi ke faktor utama, bayi tersebut bukanlah milik mereka.
Ibu pengandung janin selain harus merasakan sakit yang diderita saat hamil, juga mengalami risiko lainnya secara emosional dan mental.
Belajar dari Viralnya Anggur Muscat, Ini Cara Cuci Buah yang Benar untuk Hilangkan Residunya
Source | : | Surrogate.com |
Penulis | : | Amelia Puteri |
Editor | : | Gisela Niken |
KOMENTAR