Nakita.id - Media sosial Indonesia baru-baru ini dihebohkan dengan kasus Arya, seorang bocah berusia 12 tahun dari Kota Cirebon, Jawa Barat.
Arya, yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, menjadi Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) setelah ponsel yang ia beli dari hasil menabung dijual oleh ibunya.
Kasus ini viral setelah ceritanya diunggah di akun YouTube Pratiwi Noviyanthi pada 8 Mei 2024 lalu.
Ibunda Arya mengaku terpaksa menjual ponsel milik anaknya pada September 2023 karena kondisi ekonomi yang sulit.
Meski sudah meminta izin kepada Arya, keputusan tersebut ternyata berdampak buruk pada kondisi psikologis anaknya.
"Awal mulanya ngamuk teh, saya akuin, emang ekonomi lagi turun yah, dia punya HP teh. Karena saya punya anak tiga, Arya yang pertama," papar ibu Arya.
Setelah ponsel dijual, Arya menjadi pendiam dan suka menyendiri di sekolah.
Lama-kelamaan, ia mulai menunjukkan perilaku agresif, suka merusak barang, bahkan sempat kabur hingga ke Kuningan.
Arya dikenal oleh tetangganya sebagai anak yang rajin menabung.
Ia sering membawa kotak amal dan menyisihkan uangnya untuk membeli barang-barang yang diinginkannya, termasuk ponsel dan sepeda.
"Jadi anak ini kan suka kenclengan, jadi bawa kotak amal. Anaknya suka nabung, dia beli handphone sendiri beli sepeda sendiri," ungkap salah satu tetangga Arya.
Baca Juga: Apa yang Harus Dilakukan Orangtua Jika Anak Mengalami Depresi?
Namun, ketika barang-barang hasil jerih payahnya dijual oleh orangtuanya, Arya langsung mengalami depresi.
Arya sudah pernah dibawa berobat ke rumah sakit, namun kondisinya belum menunjukkan perubahan yang signifikan.
Saat YouTuber Pratiwi Noviyanthi mengunjungi rumahnya, Arya tampak gemetar dan ketakutan, meski masih bisa menjawab ketika ditanya namanya.
Ia terus memeluk orang lain saat melihat banyak warga berkumpul di depan rumahnya.
Sebelum mengalami depresi, Arya dikenal sebagai anak yang rajin dan penurut.
Ia selalu rajin salat dan mengaji, bahkan saat hujan ia tetap berangkat mengaji dengan membawa payung.
"Dia anaknya dulu penurut, rajin salat, ngaji, walau hujan aja dia tetap ngaji pakai payung," kata ibunda Arya.
Nilai-nilai harian Arya di sekolah juga sangat baik.
Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Dikdas) Dinas Pendidikan Kota Cirebon, Ade Cahyaningsih, menyebutkan bahwa Arya masih terdaftar sebagai siswa SDN Sidamulya meski sudah beberapa bulan tidak masuk sekolah.
"Ananda tidak dikeluarkan, masih aktif juga sebagai pelajar, penerima KIP juga. Hanya saja, saat ini, anak dalam situasi khusus. Saya yakin anak ARD akan sembuh lagi," ujarnya.
Setelah ponselnya dijual, Arya menjadi anak yang tertutup.
Ia tidak pernah menceritakan kekecewaannya kepada ibunya atau meminta ponsel baru.
"Dia tidak pernah cerita terkait apa masalahnya, misalnya minta bilang saya dibelikan ponsel baru. Kalau mau omong pasti saya belikan," kata ibunya.
Meskipun ibunya telah membelikan ponsel baru, kondisi Arya tidak kunjung membaik selama setahun terakhir.
Ia sering melamun dan tidak mau bergaul dengan teman-temannya.
Bahkan, ibu Arya sempat dipanggil ke sekolah karena perubahan sikap Arya yang menjadi penyendiri dan tidak mau bermain meskipun diajak oleh teman-temannya.
Kasus Arya telah mengundang perhatian luas dari masyarakat dan pihak berwenang.
Banyak yang merasa prihatin dan memberikan dukungan kepada keluarga Arya.
Beberapa netizen menyarankan agar Arya mendapatkan bantuan psikologis yang lebih intensif.
Dinas Pendidikan Kota Cirebon juga menyatakan komitmennya untuk membantu proses pemulihan Arya sehingga ia bisa kembali bersekolah dan menjalani kehidupan normal.
Kasus Arya menyoroti betapa pentingnya peran keluarga dan lingkungan dalam mendukung kesehatan mental anak-anak.
Keputusan untuk menjual ponsel Arya mungkin diambil karena desakan ekonomi, namun dampaknya terhadap kondisi psikologis anak harus menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.
Baca Juga: Benarkah Bayi Prematur Rentan Mengalami Depresi Saat Dewasa? Begini Kata Psikolog
Penting bagi orangtua untuk selalu berkomunikasi dengan anak-anak mereka, memahami perasaan mereka, dan mencari solusi terbaik bersama tanpa merusak kepercayaan dan kesejahteraan anak.
Kisah Arya adalah cermin dari banyak anak di Indonesia yang mungkin mengalami tekanan dan masalah psikologis tanpa kita sadari.
Semoga dengan semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, tidak ada lagi anak yang harus mengalami hal serupa.
Dukungan dari keluarga, teman, dan masyarakat sangatlah penting dalam membantu anak-anak melewati masa-masa sulit dan mencapai potensi terbaik mereka.
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR