Nakita.id.- Belum habis rasa terkejut kita dengan peristiwa bunuh diri yang dilakukan desainer kondang Kate Spade, kini publik kembali terhenyak dengan berita bunuh diri chef kondang, Anthony Bourdain.
Mereka orang-orang ternama yang cerdas dengan hasil karya yang banyak dipuja-puji orang.
Kate Spade misalnya, tas-tas hasil desainnya menjadi idaman para perempuan kelas menengah. Desainnya bagus, harganya tidak terlalu mahal, sehingga setiap perempuan di banyak negara, termasuk Indonesia, ingin “it bags” karya Kate Spade
Lalu, siapa tak kenal dengan Chef Anthony Bourdain. Banyak restoran kelas dunia yang merasa belum terkenal kalau belum di-review olehnya.
BACA JUGA: Desainer Kate Spade Meninggal Dunia, Tinggalkan Sebuah Catatan
Boudain sendiri memiliki acara televisi yang pernah disiarkan di hampir seluruh jaringan televisi, yaitu “No Reservation” yang mengulas tentang masakan-masakan di berbagai penjuru dunia.
Untuk Moms ketahui, di salah satu acara Bourdain, ia juga pernah mengunjungi Indonesia dan mencicipi ragam khas masakan Indonesia, disertai dengan komentar-komentarnya.
Berita bunuh diri layak diberitakan karena hidup itu berharga. Contohnya, pada tahun 1993, seorang gadis berusia 6 tahun yang tinggal di Florida melangkah di depan kereta.
Dia meninggalkan catatan yang mengatakan bahwa dia "ingin bersama ibunya" yang baru saja meninggal karena penyakit yang mematikan.
Kata Todd B. Kashdan Ph.D., psikolog senior sekaligus editor di psychologytoday.com, inilah kekuatan pikiran manusia.
Seorang gadis di TK berpikir tentang masa lalu dan membayangkan masa depan yang begitu suram, begitu tanpa momen berarti tanpa ibunya, bahwa dia mengambil hidupnya sendiri.
"Kekuatan pikiran manusia merupakan alat mental yang sama yang membedakan kita dari hewan lain, alat mental yang sama yang memungkinkan kita untuk memecahkan masalah dan menghasilkan karya kreatif.
Namun, alat mental ini juga yang memungkinkan anak berusia 6 tahun untuk merenungkan masa depan yang cukup mengerikan, lalu secara fisik melompat ke kereta yang akan datang," kata Kashdan.
BACA JUGA: Segera Detoksifikasi Tubuh Jika Terdapat Salah Satu dari 9 Tanda Peringatan Ini!
Menurut Kashdan lebih lanjut, jika seorang anak berusia 6 tahun memiliki kemampuan kognitif untuk bunuh diri, maka kita sendiri perlu meningkatkan upaya untuk memahami dan mencegahnya terjadi karena setiap manusia punya apa yang disebut alat mental ini.
Mengenai peristiwa bunuh diri, Kashdan menyodorkan beberapa studi instrumental yang telah membantu para psikologi tentang mengapa dan apa tanda-tanda orang bunuh diri.
Selama studi itu, para peneliti membedah 20 catatan bunuh diri yang ditulis oleh orang-orang yang mencoba bunuh diri dengan 20 catatan yang ditulis oleh orang-orang yang berhasil bunuh diri.
Catatan itu dievaluasi pada 5 dimensi:
rasa beban (akankah orang yang saya cintai lebih baik tanpa saya?)
rasa sakit emosional (berapa banyak penderitaan dalam hidup saya?)
melarikan diri perasaan negatif (adalah kematian jawaban untuk mengakhiri ini sakit?)
dunia sosial yang berubah (apakah kematian adalah jawaban bagi hubungan sosial saya yang merepotkan dan complicated?
keputusasaan (apakah ada bukti bahwa kehidupan akan menjadi lebih baik?)
Penemuan 5 dimensi ini layak mendapat perhatian penuh dari kita. Bukan bermaksud menakut-nakuti, tetapi kita bisa saja berada dalam satu atau lebih dimensi yang disebutkan di atas.
Kashdan mencatat, dimensi yang terbanyak berada pada ketakutan orang ketika mereka menjadi beban keluarga atau masyarakat (dimensi rasa beban).
Baru kemudian disusul oleh keputusasaan, jumlah rasa sakit, dan keyakinan bahwa kematian akan mengakhiri rasa sakit.
Temuan itu juga mengungkapkan, secara umum, orang tidak melakukan bunuh diri karena mereka kesakitan, mereka melakukan bunuh diri karena mereka tidak percaya ada alasan untuk hidup dan dunia akan lebih baik tanpa mereka.
BACA JUGA: Syok! Celebrity Chef Anthony Bourdain Meninggal Bunuh Diri di Umur 61 Tahun
Kashdan dan timnya melaporkan, mungkin kontroversial untuk menggunakan kata keberanian, ketabahan, atau kekuatan dalam konteks ini.
Namun demikian, orang yang bunuh diri sering harus mengatasi tekanan emosional yang kuat untuk melakukan tindakan terakhir.
"Meskipun masih bersifat spekulasi, mereka pastinya punya keberanian dan ketabahan, juga membutuhkan kapasitas untuk menyakiti diri sendiri (bunuh diri).
Seseorang harus sangat toleran terhadap rasa sakit dan konflik, serta perasaan tidak nyaman yang muncul ketika berniat mengakhiri hidup."
Karena hidup sangat berharga, para peneliti terus berupaya mencari gagasan bagaimana membebaskan orang dan membuat mereka mereka percaya bahwa mereka bukanlah beban (bagi keluarga dan masyarakat).
Ingat Moms, kelompok yang paling berisiko melakukan bunuh diri adalah mereka yang merasa dirinya menjadi beban bagi orang lain.
Jika Moms atau kerabat atau orang-orang di sekitar Moms mulai mengeluh betapa mereka seolah menjadi beban orang lain, segera pasang alert/tanda waspada.
Apalagi ditambah pengalaman/kejadian dimana mereka pernah menyakiti diri sendiri sebagai pelarian karena frustasi menjadi beban ini.
Misalnya menato tubuhnya, melakukan olahraga ekstrem, dan sering terlibat dalam kekerasan fisik dan hal-hal lain yang sifatnya ingin menyakiti diri sendiri.
BACA JUGA: Kandungan Gula Dalam Pisang Lebih Besar Daripada Dalam Donat, Kok Bisa?
"Satu dari 25 orang yang mencari layanan perawatan kesehatan di rumah sakit karena perilaku mencelakakan diri atau merugikan diri sendiri akan bunuh diri dalam 5 tahun ke depan.
Dengan mengatasi penderitaan yang dalam dan rasa sakit emosional dengan melukai diri sendiri dengan tindakan seperti memotong, membakar, menempelkan benda-benda di kulit, atau dengan sengaja mencegah luka dari penyembuhan, kita menjadi semakin mampu bunuh diri.
Orang yang punya toleransi rasa sakit yang tinggi, bakat yang menggunung, dan kepandaian berinteraksi dengan lingkungan memungkinkan seseorang menjadi lebih sukses dengan kehidupan.
Tapi penelitian kami melihat motif di balik tindakan orang karena apa yang mungkin kita pandang sebagai kekuatan yang mengagumkan dalam konteks lain, adalah faktor risiko yang fatal."
Pesan dari Kashdan, jika Moms merasakan atau menemui orang-orang di sekitar Moms selalu berbicara atau berpikir tentang kematian, sering menyakiti diri sendiri, sering bilang bahwa hidupnya hancur, tidak ada harapan, bahwa ia tidak bisa membantu apapun, dan tidak berguna.
Atau sering mengatakan kalimat seperti “Akan lebih baik kalau aku tidak ada,” atau “Aku ingin mati saja”, ada baiknya Moms fokuskan perhatian terhadap orang-orang yang gerak-geriknya memperlihatkan tanda-tanda peringatan di atas, terutama jika orang tersebut pernah mencoba bunuh diri sebelumnya.
Berdasarkan American Foundation for Suicide Prevention, seperti dikutip WebMD, antara 20%-50% orang yang memutuskan untuk bunuh diri, sebelumnya pernah berencana bunuh diri.
BACA JUGA: Gara-gara Ini, Roy Kiyoshi Dapat Kiriman Makanan Berisi Pecahan Kaca!
Cegah dengan pendekatan personal dan dampingi secara serius. Berinsiatiflah untuk menanyakan rencananya, tapi jangan coba untuk berdebat dengannya tentang keputusannya untuk bunuh diri.
Perlakukanlah sebagai keadaan darurat. Dengarkan orang tersebut, tapi jangan coba untuk berdebat dengannya. Segera cari bantuan dari petugas profesional seperti polisi, psikiater, atau dokter.
Di Indonesia, nomor darurat 119 dapat digunakan untuk mencegah aksi bunuh diri sekaligus konsultasi kesehatan mental.
Warga diharapkan menghubungi nomor tersebut jika melihat orang yang ingin melakukan aksi bunuh diri. (*)
Source | : | web md,psychology today,depkes.go.id |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR