Nakita.id - Setelah lama diperdebatkan, akhirnya Komisi Fatma Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan kepastian halal tidaknya vaksin MR (Measless dan Rubella).
MUI menyatakan bahwa vaksin yang diimpor dari Serum Institute of India (SII) dan didistribusikan di Indonesia melalui Biofarma tersebut haram karena ada unsur babi.
Pernyataan tersebut terkandung dalam fatwa Nomor 33 Tahun 2018 tentang penggunaan Vaksin Measless dan Rubella untuk imunisasi.
"Penggunaan vaksin MR produk dari Serum Institute of India hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari babi" ujar Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin dalam keterangan tertulisnya, dilansir dari Kompas.com, Senin (20/8).
Namun sedikit berbeda dari penjelasan Hasanuddin, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Barat HM Basri Har mengatakan bahwa vaksin MR tidak hanya kandungan babi.
Vaksin MR juga dinyatakan haram karena adanya kandungan Human Deploit Cell atau bahan dari organ manusia.
HM Basri Har mengatakan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) telah melakukan pemeriksaan awal terhadap kandungan vaksin MR.
“LPPOM sudah melakukan pemeriksaan. Sementara ini ditemukan ada unsur babi dan organ manusia. Hasilnya seperti itu, kami kontak terus dengan MUI Pusat,” ungkapnya, Minggu (19/8) sore.
Tidak hanya pernyataan halal dan haramnya vaksin MR, perbedaan pendapat mengenai ada tidaknya kandungan organ manusia di dalam vaksin MR ini pun cukup membingungkan masyarakat.
BACA JUGA: Sama-Sama Panjat Tiang Demi Benarkan Tali Bendera, Nasib Bocah Ini Jauh Berbeda Dari Joni
Menanggapi hal itu, Arifianto selaku dokter spesialis anak sekaligus penulis buku ‘Pro Kontra Imunisasi’ pun memberikan pandangannya.
Arifianto menjelaskan bahwa MUI selama ini terbagi dua yaitu MUI Pusat dan MUI Cabang atau Daerah.
Menurut Arifianto yang berhak menentukan halal haramnya sesuatu hanyalah MUI Pusat.
"MUI Kalbar adalah MUI cabang, dia di daerah. Dia tidak punya kewenangan untuk menentukan status halal atau tidak terhadap sesuatu, yang bisa menetapkan hanya Komisi Fatwa MUI Pusat," ujarnya saat dihubungi Nakita.id melalui sambungan telfon pada Selasa (21/8).
BACA JUGA: Lihat Wajah Cantiknya di Belakang Truk, Sandra Dewi Langsung Heboh!
Untuk itu, Arifianto menegaskan pada masyarakat agar tetap mengikuti fatwa yang dikeluarkan oleh MUI Pusat.
"Jadi kalau mau mencari sumber hanya di MUI Pusat," tambahnya.
Menurut Arifianto, bila ketua MUI Kalbar mengatakan vaksin MR mengandung organ manusia sebaiknya didukung dengan bukti.
Sebab hal tersebut tidak dijelaskan dalam fatwa Nomor 33 Tahun 2018 tentang penggunaan Vaksin Measless dan Rubella untuk imunisasi yang baru diterbitkan.
"Jadi jika di Kalbar disebutkan ada kandungan sel manusia maka harus jelas dari mana sumbernya, sedangkan MUI Pusat sendiri dalam fatwanya tidak menyebutkan adanya sel manusia," tegas Arifianto.
BACA JUGA: Hati-hati Saat Diet, 9 Sayuran Ini Justru Menambah Berat Badan
Agar lebih jelas, berikut ini fatwa Nomor 33 Tahun 2018 tentang penggunaan Vaksin Measless dan Rubella untuk imunisasi yang dilansir dari dikutip dari laman resmi Majelis Ulama Indonesia, mui.or.id.
FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor : 33 Tahun 2018
Tentang
PENGGUNAAN VAKSIN MR (MEASLES RUBELLA) PRODUK DARI SII (SERUM INTITUTE OF INDIA) UNTUK IMUNISASI
Dengan bertawakal kepada Allah SWT
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG PENGGUNAAN VAKSIN MR (MEASLES RUBELLA) PRODUK DARI SII (SERUM INTITUTE OF INDIA) UNTUK IMUNISASI
Pertama : Ketentuan Hukum
1. Penggunaan vaksin yang memanfaatkan unsur babi dan turunannya hukumnya haram.
2. Penggunaan Vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII) hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari babi.
BACA JUGA: Divonis Kanker, Aktris Rima Melati Dinyatakan Sembuh Total, Rahasianya Konsumsi 3 Jus Ini!
3. Penggunaan Vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII), pada saat ini, dibolehkan (mubah) karena :
a. Ada kondisi keterpaksaan (dlarurat syar'iyyah)
b. Belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci
c. Ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi dan belum adanya vaksin yang halal.
4. Kebolehan penggunaan vaksin MR sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku jika ditemukan adanya vaksin yang halal dan suci.
BACA JUGA: Jangan Anggap Remeh, Ini 12 Penyebab Rasa Nyeri Di Perut Sebelah Kiri
Kedua : Rekomendasi
1. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat.
2. Produsen vaksin wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan mensertifikasi halal produk vaksin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Pemerintah harus menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam imunisasi dan pengobatan.
4. Pemerintah hendaknya mengupayakan secara maksimal, serta melalui WHO dan negara-negara berpenduduk muslim, agar memperhatikan kepentingan umat Islam dalam hal kebutuhan akan obat-obatan dan vaksin yang suci dan halal.
BACA JUGA: Studi Buktikan Hamil di Usia 35 Tahun Bisa Perpanjang Umur Hingga Awet Muda
Ketiga : Ketentuan Penutup
1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata membutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal :
08 Dzulhijjah 1439 H
20 Agustus 2018 M
KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
PROF.DR.H. HASANUDDIN AF., MA
Ketua
DR.H. ASRORUN NI'AM SHOLEH, MA
Sekretaris
BACA JUGA: Zaskia Adya Mecca Tetap Tidur Enak Meski Punya Balita, Ini Rahasianya
Selain itu, Arifianto dan berserta 8 dokter lainnya pun membuat beberapa kesepakatan mengenai vaksin MR yang harus dipahami masyarakat.
Berikut ini kesepakatan yang dibuat:
# Informasi Terkait Fatwa MUI nomor 33 Tahun 2018 mengenai vaksin MR
Pertama-tama kita sangat bersyukur dan berterima kasih wa jazakumullahu khaira dengan adanya MUI sebagai ulama kita yang perlu kita dengar arahan dari mereka
Beberapa poin yang perlu kita perhatikan:
1. Fatwa dan arahan MUI adalah *MUBAH*
Jadi boleh melakukan vaksin untuk anak-anak kita dan hal ini bisa menghilangkan keraguan
2. BPOM menyatakan produk akhir vaksin MR tidak mengandung babi.
3. Fatwa MUI tertulis adalah *dalam proses menggunakan* BUKAN *mengandung babi*
(Mohon tidak termakan isu dan berita dari koran dan portal berita yang mengatakan vaksin MR mengandung babi)
Dalam hal ini ada perbedaan pendapat ulama mengenai konsep istihalah dan istihlak
Kita sangat menghormati pendapat MUI yang tidak memasukkan konsep istihalah dan istihlak dalam vaksin ini.
BACA JUGA: Titiek Puspa Cegah Kembalinya Kanker dengan Tidak Konsumsi Anggur, Kenapa?
Perlu diketahi bahwa vaksin polio injeksi (IPV= Injection polio vaccine) dalam proses pembuatannya juga masih menggunakan enzim tripsin babi sbagai katalisator, namun di hasil akhir vaksin sudah tidak ada. beberapa ulama memfatwakan membolehkan karena sudah tidak mengandung babi dengan kaidah istihalah dan istihlak
Misalnya fatwa, Majma’ Fiqih Al-Islami, dengan judul
.
(بيان للتشجيع على التطعيم ضد شلل الأطفال)
.
“Penjelasan untuk MEMOTIVASI gerakan imunisasi memberantas penyakit POLIO" [Sumber: http://www.iifa-aifi.org/2647.html]
Lembaga ini nama resminya adalah Majma’ Al-Fiqihi Al-Islami di bawah naungan Rabithah Al-‘Alam Al-Islami
atau Liga Muslim Sedunia adalah organiisasi Islam Internasional terbesar yang berdiri di Makkah Al-Mukarramah pada 14 Zulhijjah 1381 H/Mei 1962 M oleh 22 Negara Islam
BACA JUGA: Ini Tandanya Jika Keringat Pada Bayi Adalah Gejala Penyakit Berbahaya
4. Dalam fatwa ini, MUI mengakui bahwa vaksin adalah satu-satunyanya metode imunisasi. Adapun metode lain yang diklaim bisa menggantikan vaksin, ternyata oleh MUI tidak dianggap bisa menggantikan vaksin. Apabila bisa menggantikan, tentu tidak ada istilah darurat syariyyah.
Hendaknya tidak ada pihak yang mengklaim bahwa: vaksin tidak dibutuhkan dan mengklaim bahwa mereka punya alternatifnya
5. Perlu diketahui bahwa negara-negara Islam juga memakai memakai produk vaksin polio dan mewajibkan vaksin bagi penduduknya seperti Saudi dan negara Islam lainnya
6. Hendaknya kita lebih percaya kepada ahlinya, sebagaimana arahan MUI:
"Ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi dan belum adanya vaksin yang halal."
Hendaknya kita jauhi opini atau pendapat yang bukan ahlinya, yaitu info beberapa oknum yang menyebarkan info tidak benar mengenai vaksin (yang oknum ini bukan ahli vaksin dan ahli agama tetapi berbicara tentang vaksin) mereka mengatakan vaksin itu tidak penting, "buat apa vaksin", vaksin konspirasi dan program depopulasi vaksin bahaya dll
Jika ulama kita di MUI percaya dengan para ahli berupa dokter dan tenaga kesehatan, semoga kaum muslimin juga percaya
BACA JUGA: Catat, 6 Jenis Sayuran yang Tak Bisa Dikonsumsi Oleh Semua Orang
7. Ilmuwan muslim akan terus mengupayakan arahan MUI agar mencari dan meneliti vaksin yang tidak menggunakan babi dalam pembuatannya. Hanya saja penelitian ini butuh waktu dan cukup lama.
Secara umum WHO dan ilmuwan dunia sudah berusaha meneliti vaksin *tanpa ada unsur binatang*. Memakai enzim dari sapi pun akan menimbulkan pertentangan, terutama dari negara india dan sekitarnya.
Kita doakan semoga ilmuwan muslim bisa segera menemukan vaksin yang tanpa menggunakan bahan hewani sama sekali.
Demikian semoga bermanfaat
Tertanda:
1. dr. Siti Aisyah Binti Ismail, MARS
2. dr. Arifianto Sp.A
3. dr. M. Saifuddin Hakim, M.Sc
4. dr. Annisa Karnadi, IBCLC
5. dr. Piprim Yanuarso Sp.A(K)
6. dr. Any Safarodiyah Yasin, M.Gz
7. dr. Ika Fajarwati, MARS
8. dr. Farian Sakinah M.Sc
9. dr. Raehanul Bahraen
BACA JUGA: Haram! Vaksin MR Mengandung Babi dan Sel Manusia, IDAI Dukung MUI
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
Penulis | : | Fadhila Auliya Widiaputri |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR