Nakita.id - Masih belum beralih pandangan dan doa kita untuk saudara-saudara kita di Palu, Donggala, Sigi dan sekitarnya yang dilanda gempa dan tsunami pada Jumat (28/9/2018) lalu.
Hingga saat ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan, bahwa korban meninggal dunia mencapai 1.234 orang.
Korban selamat tetapi menderita luka parah juga makin meningkat, bahkan mencapai lebih dari 700 jiwa.
Bantuan kebutuhan dasar pengungsi terbilang masih kurang, karena minimnya akses menuju Palu, terutama beberapa tempat yang terkena dampak serius.
Baca Juga : Sempat Ada di Pantai, Ini Sebab Pasha dan Adelia Selamat dari Gempa Tsunami Palu
Pasalnya, akses jalan rusak parah, bahkan penerbangan sempat ditutup sehingga kurangnya pasokan bantuan.
Bahkan, istri Pasha Ungu, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Wali Kota Palu menuturkan masyarakat sudah mulai resah dan tidak kondusif.
Banyak di antara mereka yang mulai marah-marah karena kelaparan. Stok pangan yang mulai menipis membuat mereka makin resah.
Hal tersebut nampaknya tak hanya dirasakan di sekitar pengungsian Adel, istri Pasha.
Bila kita ingat, Nurrani, gadis yang sempat viral karena mengaku sebagai istri Iqbaal juga berasal dari Palu.
Nurrani tinggal di Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi. Ia mengatakan bahwa di tempat pengungsiannya, bantuan belum datang.
Ia juga menuturkan bahwa belum meratanya bantuan sehingga Nurrani dan penduduk sekitarnya kelaparan dan sangat membutuhkan bantuan.
Melansir dari Tribunnews.com, Donggala juga belum mendapat bantuan secara merata karena sulitnya akses distribusi.
Warga Donggala teriak-teriak dan meminta makan saat Bupati Donggala, Kasman Lassa berkunjung untuk meninjau korban.
Tangis Kasman pun pecah melihat warganya. Salah seorang warga meminta belas kasihan agar segera digelondorkan makanan untuknya.
Sesekali, Kasman mengusap air di pelupuk matanya. Ia juga makin miris ketika mengetahui warganya mengambil makanan di toko atau warung kelontong terdekat yang masih memiliki pasokan makanan.
“Ini persoalan perut,” ujarnya sembari menyeka air matanya.
Baca Juga : Tak Terjangkau Bantuan Pasca Bencana, Nurrani 'Istri Iqbaal' Ungkap Kondisinya Sambil Menangis
Kasman mengatakan bahwa pemerintah Kabupaten Donggala sudah berusaha dengan semaksimal mungkin untuk mendistribusi bantuan, baik sandang maupun pangan.
Tetapi banyaknya korban dan semakin menipis pasokan membuatnya merasa iba.
Meski begitu, Kasman tetap mengimbau warganya untuk tidak brutal dalam bersikap, termasuk menjarah atau mengambil barang-barang yang tidak ia butuhkan.
Ia akan menindak tegas warganya yang mengambil barang milik orang lain selain makanan dan juga pakaian.
“Jadi persoalan perut ini tidak bisa kita tekan. Hanya saja mereka masuk ke tokonya orang cukup kue roti beras saja yang diambil, jangan kursi diambil, televisi diambil. Kalau beras, roti, kue itu bolehlah diambil. Yang punya toko juga kasih,” tegasnya.
Masyarakat berharap situasi ini lekas membaik, mengingat bantuan sudah mulai dikirimkan dengan cepat.
Bahkan, menurut pengakuan salah satu warga selamat yang kini mengungsi di salah satu tenda pengungsian di Palu mengatakan bahwa sejak Senin (1/10/2018), bantuan sudah mulai berdatangan.
Bantuan juga dinilai cepat bahkan pemerintah sangat tanggap dengan permintaan warganya yang membutuhkan pengobatan dan juga bantuan.
Dalam pesan singkat yang dikirimkan salah satu warga Talise, Palu, mengatakan bahwa bantuan bahkan susu untuk anak juga mulai berdatangan.
“Alhamdulillah sehat semua, kami mengungsi di Gunung. Ada 60 KK (kartu keluarga) di sini. Kemarin datang bantuan beras dan susu,” tulis pesan tersebut.
Kebutuhan itu dirasa cukup untuk sementara waktu, meski komunikasi dan pasokan air belum melimpah.
“Aku belum bisa telepon, aliran listrik masih mati, air juga mati,” tambahnya.
Keluhan tersebut pastinya juga dirasakan semua pengungsi di 109 titik pengungsian.
Meski begitu, pemerintah terus berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat.
Bahkan, BNPB juga mulai mendata semua pengungsi di tenda-tenda pengungsian, termasuk ke pelosok Sigi dan juga Donggala, seperti yang diungkapkan Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Infromasi dan Humas BNPB.
Bahkan, Purwo dengan rajin mengunggah tiap perkembangan di Palu dan sekitarnya.
Pendataan dan penanganan pengungsi akibat gempa di Sulawesi Tengah terus dilakukan. Kebutuhan mendesak: permakanan, tenda, air bersih, MCK, layanan kesehatan, BBM, selimut, sandang, trauma healing, dan kebutuhan dasar lainnya. pic.twitter.com/RPbxxQNgEm
— Sutopo Purwo Nugroho (@Sutopo_PN) October 2, 2018
Belum lama ini, dikirim pasokan BBM solar menggunakan pesawat Air Tractor yang sekali terbang, mampu mengangkut 4.000 liter.
Baca Juga : Tagar #RaisaMeetSutopo Mendadak Viral di Media Sosial, Ternyata Awal Ceritanya Seperti Ini!
Setiap harinya, pesawat akan terbang 2 sorti dari Balikpapan menuju Palu.
Untuk memudahkan dan mempercepat proses evakuasi korban yang masih terjebak reruntuhan, Aksi Cepat Tanggap (ACT) juga mengerahkan 1.000 personilnya untuk turun.
Hal ini disampaikan Presiden Organisasi Kemanusiaan ACT, Ahyudin.
“Seluruh korban harus bisa dievakuasi, ini pekerjaan kemanusiaan. Betapa pun mereka sudah jadi jenazah,” ujar Ahyudin, seperti yang tertulis dalam Kompas.com.
Ini karena Ahyudin juga masyarakat luas mengkhawatirkan masih banyaknya korban, baik selamat atau sudah meninggal dunia, tetapi masih terjebak di reruntuhan bangunan.
ACT juga membantu dalam pencarian keluarga yang kehilangan keluarganya, karena pasti korban selamat selalu khawatir dan selalu menantikan kabar keluarganya, meskipun dalam keadaan yang sudah meninggal.
“Tim yang kami berangkatkan adalah tim rescue untuk membantu keluarga korban menemukan saudara mereka yang hilang,” tambahnya.
1.000 relawan yang dikerahkan ACT berasal dari seluruh penjuru Indonesia dan sudah dilengkapi dengan persiapan dan juga pelatihan matang untuk menghadapi medan bencana.
Tetapi, Senin (1/10/2018) lalu, ACT mengatakan bahwa memang masih ada kendala transportasi untuk mengantar mereka dengan cepat ke Palu, karena Bandar Udara Mutiara Sis Al-Jufri masih lumpuh dan belum bisa maksimal dalam menampung pesawat dan helicopter.
Meski begitu, ACT mengatakan bahwa timnya akan menggunakan charter pesawat nonstop untuk mempercepat pengerahan relawan.
ACT juga akan mendata dan membuat pusat data informasi mengenai korban yang masih hilang, mengingat beberapa desa atau permukiman kini rata dengan tanah.
Bahkan adanya fenomena likuifaksi yang ‘menelan’ permukiman penduduk memungkinkan masih banyak korban yang terjebak di dalamnya.
Hal ini juga secara langsung disaksikan oleh salah satu relawan yang ditugaskan ke Palu, dr. Drg. Eka Erwansyah.
Dosen Fakultas Kedokteran Unhas Makassar yang dikirim untuk bertugas ke Palu.
Ia merasa bahwa gempa di Palu ini beda, terjadi bencana yang tak hanya gempa saja.
‘Bencana sangat luar biasa’, begitu ia menyebutnya.
Kesaksiannya menjadi bukti bahwa beredarnya video viral memperlihatkan permukiman rata dengan tanah bahkan kampung yang diduga menghilang ditelan gempa bumi di Kelurahan Balaroa dan Kelurahan Petobo, Palu memang benar terjadi adanya.
Eka mengatakan bahwa bencana yang memakan banytak korban jiwa ini dikarenakan tiga fenomena, yaitu gempa, tsunami dan juga keluarnya lumpur dari permukiman.
“Ada perkampungan yang hilang akibat lumpur menyembur dari dalam bumi dan dalam sekejap menenggelamkan 1 perkampungan. Diperkirakan sekitar 700 orang terkubur hidup-hidup.
Ada juga sekitar 200 siswa SMA sedang kemah juga terkubur dalam lumpur yang tiba-tiba menyembur dan menimbun mereka.
Kebetulan Saya dan Teman-teman yang tergabung dalam Tim DVI Unhas sudah berada di lokasi sejak kemarin pagi.
Kampung yang hilang itu Kampung Petobo, daerah Sigi, Palu,” ujar Eka seperti yang dilansir dalam Tribun Makassar.
“Kemarin saat menghimpun data ante mortem korban, saya tidak kuasa menahan tangis.
Baca Juga : Gempa Tsunami Donggala Palu: Permukaan Tanah Naik Setinggi Rumah
Seorang Bapak melaporkan anaknya hilang. Dia curhat. Ketika itu antarkan anaknya mengaji,” cerita Eka.
Ia mengatakan bahwa seorang bapak tersebut mengatakan bahwa jarak anaknya mengaji dan dirinya hanya dipisahkan jembatan.
Baru saja bapak tersebut sampai di rumah, ia mendengar dentuman keras dan kaget. Saat melihat ke belakang, “hanya ada hamparan tanah kosong berlumpur. Ke mana perginya rumah-rumah satu perkampungan?”
“Hanya dalam hitungan detik,” tambahnya menceritakan curahan hati bapak yang kehilangan anaknya tadi.
Tak hanya sampai di situ, Eka juga menceritakan pengalamannya merasakan gempa di Palu dan gempa-gempa lainnya.
“Sering saya rasakan gempa, tapi kali ini berbeda,” ujarnya.
Gempa yang menghilangkan Kelurahan Petobo ini menggeser tanah sejauh ratusan meter. Tak heran bila banyak rumah yang tenggelam dan ambles seolah ditelan oleh bumi.
Bahkan, muncul gundukan besar setelah perkampungan tersebut hilang, “setinggi rumah tiba-tiba muncul dan terjadi begitu saja”.
“Banyak rumah BTN Petobo hancur, berpindah posisi dan tertelan tanah.
Mohon maaf saya menulis, bukan berkeluh kesah, tapi jiwa menulis saya memaksa untuk itu. Setidaknya jika terjadi gempa susulan dan waktu saya telah tiba, biarlah ini jadi update terakhir dari saya.
Saya sulit percaya, ilmu alam saya tak sampai di tingkat ini.
Ini fenomena alam langka bagi saya,” begitu tulisnya dalam pengakuan dan kesaksiannya.
Bencana tak hanya sampai pada hilangnya beberapa perkampungan. Tanah di Kelurahan Petobo kembali terbelah sehingga menyebabkan beberapa rumah kembali tenggelam dan berjalan terguling seperti terseret banjir sejauh puluhan meter.
“Saya yakin, setelah ini BPN kesulitan mematok tanah sesuai sertifikat,” tulis Eka.
Seolah jadi saksi kunci, Eka juga menceritakan bahwa ia mendapat banyak kesaksian lain dari korban yang ia tolong.
“Ada gadis remaja sedang mengendarai motor di daerah Petobo, tiba-tiba tanah terbelah, ia teggelam dalam tanah tertimbun sampai bagian leher, beruntung warga segera menolong.
Tanah terbelah dan ambruk lumayan lebar, sekitar 10 meter dengan kedalaman sekitar 5 meter.
Setelah gempa susulan lagi, tertimbun lagi menjadi rata.
Rumah paman saya di sekitar Islamic Center Kel. Petobo hilang tak berbekas.
Paman saya masih melihat rumahnya berjalan sendiri.
Yang mengherankan, tiba-tiba paman saya sudah berada di dekat Terminal Petobo yang jaraknya hampir 1 kilometer.
Padahal dia hanya tiarap.
Saya sering baca artikel tentang gempa, namun keanehan ini di luar batas pikiran saya.
Kira-kira Anda tiarap berlindung di halaman rumah, rumah berjalan, tiba-tiba kita sudah berada di tempat lain.
Tapi itulah adanya.
Malam ini di RS. Bhayangkara Palu, lebih 700 mayat sudah dikumpulkan, masih ada ratusan lagi tertimbun reruntuhan dan lumpur.
Kehilangan kerabat ternyata menyakitkan.
Banyak kawan saya meninggal dunia, lainnya masih belum ditemukan termasuk keponakan saya.
Hujan malam ini cukup deras disertai angin kencang.
Semoga hari ini belum kiamat, bukan hari akhir bagi kami.
Jika ini adalah takdir akhir bagi kami, izinkan saya memohon maaf sebesar-besarnya, atas segala canda atau apa saja yang tidak berkenan di hati seluruh keluarga, sahabat, rekan bisnis dan teman-teman.
Wassalam.”
Baca Juga : Jadi Korban Tsunami Palu, Anak-anak Melihat Jenazah Berserakan, Begini Dampak dan Cara Atasi Trauma!
Curahan hati seorang dokter tersebut membuat banyak hati masyarakat luas teriris.
Unggahannya kemudian viral dan dibagikan oleh banyak orang.
Tak hanya menyaksikan peristiwa alam luar biasa, Eka juga mengurus jenazah dan korban yang di rumah sakit yang belum ditemui oleh keluarganya.
Bau busuk jenazah seolah sudah mengganggu pasien lainnya yang membutuhkan perawatan.
Ini dikarenakan jenazah hanya dibiarkan tergeletak di depan rumah sakit, tepatnya di depan Instalasi Gawat Darurat (IGD).
“Saat ini saya ada di depan IGD Rumah Sakit Umum Undata. Jadi yang masalah ini, mayat-mayat yang bergelimpangan di sini. Ini sudah sejak 3 hari ada di sini,” ujar Eka.
Jenazah-jenazah tersebut masih banyak yang belum dibawa keluarganya untuk dimakamkan di pemakaman umum.
Banyak jenazah yang sudah tak bisa dikenali karena sudah berhari-hari dan bengkak sehingga identitasnya menjadi kendala bagi relawan juga keluarga yang mencarinya.
Bahkan, jenazah-jenazah sudah mengeluarkan bau busuk yang dikhawatirkan membawa wabah penyakit bagi pasien di rumah sakit.
Berbagai kesaksian dari Eka tersebut seolah merangkum bagaimana kondisi terkini di Palu, selain proses evakuasi yang terus berjalan.
Meski bertugas menjadi petugas medis, Eka tetaplah manusia biasa yang tetap memiliki empati juga rasa iba melihat kondisi para korban.
Ditambah lagi, banyak jenazah yang kemungkinan masih akan datang dan silih berganti mengisi rumah sakit akan menjadi tantangannya.
Mengatur Jarak Kelahiran dengan Perencanaan yang Tepat, Seperti Apa Jarak Ideal?
Source | : | Kompas.com,Kompas TV,tribun makassar |
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR